Endang Pribadi. |
Penulis Artikel ; Endang Pribadi
Meningkatnya tawuran di kalangan usia sekolah di Kota Padang yang mengakibatkan kehilangan anggota tubuh hingga ada yang meregang nyawa, cukup menyita perhatian publik di kota Padang saat ini. Tapi, hingga saat ini Pemko Padang dan kepolisian belum memiliki formula khusus untuk mencegah tawuran yang kerap terjadi.
Efek hukum yang telah ada, belum membuat efek jera bagi remaja pelaku tawuran. Imbasnya, warga Kota Padang di cekam ketakutan, yang terimbas dari tawuran yang kerap terjadi jelang dini hari.
Yang bisa dilakukan Pemko Padang pada saat ini hanyalah mensosialisasikan agar orang tua melarang anaknya keluar malam. Tetapi, himbauan ini seakan tidak di gubris, faktanya tawuran antar gank yang melibatkan anak usia sekolah kerap terjadi.
Melihat pelaku tawuran yang diamankan Polresta Padang akibat tawuran, walau ada yang masih berstatus sekolah, tapi ada juga yang telah putus sekolah sejak SMP.
Hal ini tentu menjadi pertanyaaan tersendiri, kenapa tawuran menjadi solusi dalam mencari jati diri mereka.
Di usia remaja, seorang individu mengalami fase transisi dengan tujuan akhir dalam kehidupan menjadi sosok dewasa yang hidup sehat.
Di usia ini, menjadi tahapan bagi remaja dalam menunjukkan identitas diri dengan haknya, dan mendapatkan kebebasan baik dalam mengemukakan pendapat. Pada tahap ini remaja akan mudah dipengaruhi oleh teman sebaya.
Oleh karena itu, dengan intensitas komunikasi verbal dua arah antara orang tua dan remaja, akan berdampak pada pencegahan tawuran yang mengarah pada pola melawan hukum.
Oleh karena itu, komunikasi yang intens antara anggota keluarga dapat dimulai di meja makan. Di sini, fungsi keluarga dari keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan dapat di ajarkan.
Selain itu, interaksi di meja makan akan menghadirkan peran sosial yang mempengaruhi unsur ayah, ibu, dan anak. Meskipun berbeda-beda, namun saling melengkapi dan bertujuan untuk menyejahterakan keluarga.
Apalagi, pembentukan kepribadian remaja bisa terjadi setelah menerima apa yang diberikan oleh lingkup tersebut sebagai fungsi dari sosialisasi. Hasilnya,
interaksi sosial di meja makan, membuat remaja bisa memperoleh pengetahuan, sikap, nilai, dan acuan perilaku agar bisa ikut serta sebagai bagian dari masyarakat kedepannya.
Tetapi, apakah teori – teori ini dapat di implementasikan? Apalagi saat ini orang tua hingga larut malam masih berkutat dengan usaha pemenuhan kebutuhan harian keluarga.
Apalagi, remaja yang di jerat hukum oleh Polresta Padang akibat tawuran masih banyak yang tidak mengenyam pendidikan formalnya.
Selain alasan ekonomi, tentu banyak alasan lain bagi anak yang memang tidak mau melanjutkan jenjang pendidikannya.
Jika alasan ekonomi, menjadi suatu kewajaran bagi orang tua yang masih berkutat hingga larut malam untuk pemenuhan kebutuhan harian. Hasilnya, interaksi meja makan tidak akan pernah terwujud. Apalagi, saat ini jumlah masyarakat rentan dalam hal ini keluarga miskin terus meningkat di Indonesia. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS yang diolah oleh Bank Mandiri dalam Daily Economic and Market (Juli 2024) mencatat, jumlah masyarakat rentan naik dari 68,76 persen pada 2019 menjadi 72,75 persen pada 2023.
Artinya, semakin banyak orang miskin semakin tinggi peluang kejahatan. Oleh karena itu, untuk mengurangi tindakan kriminalitas, Pemko Padang harus membuka investasi yang dapat meminimalisir angka masyarkat rentan di Kota Padang. Hasilnya, jika ekonomi warga membaik, tentu interaksi meja makan dalam anggota keluarga akan terus terjadi.