INFO|MENTAWAI – Memastikan toek yang ada dalam kayu, perlu memastikan dulu jenis kayu yang di rendam kesungai untuk di olah menjadi toek, bahkan bisa menghasilkan lebih banyak dengan menentukan jarak waktu panen.
Dalam proses pengolahan toek ini (ulat kayu yang direndam ke sungai) terlebih dahulu kayunya di potong sesuai ukuran selera atau keinginan, kemudian kayunya di lobangi dalam bentuk tali.
Jangka waktu satu minggu sebelum diturunkan kesungai ada permentasinya, supaya memudahkan ulat dari sungai ini menembus pori-pori kayu yang sudah di benam ke air.
Nah, jelang 2 bulan di rendam di air, dengan kondisi sungai antara pasang surut dan pasang naik. Selama dua bulan ada aktivitas membuat pelampung, gunanya agar kayu yang di benam ke air tidak terbenam ke dasar sungai.
“Kayu yang di benam dengan memakai pelampung ini supaya isi toek yang di hasilkan bagus. Jarak dari 2 bulan ke 4 bulan sebelum panen, kayu yang di benam sudah berisi” sebut Nulker Sababalat saat menjelaskan proses toek ini kepada Danrem 032/Wbr dalam kunjungan ke Desa Saureinu’.
Untuk panennya sendiri, kata Nulker prosesnya sampai 6 bulan dengan jenis kayu Tumung (bahasa mentawai) baru ini yang di namakan toek yang merupakan makanan ciri khas orang mentawai khususnya masyarakat Desa Saureinu’.
Dia menjelaskan, makanan toek ini untuk di Desa Saureinu’ sudah sejak dulu hingga sampai saat ini masih di budidayakan, bahkan sudah menjadi tambahan ekonomi bagi masyarakat setempat.
Toek ini, sebut Nulker sudah lama, sebelum Indonesia merdeka, para orang tua terdahulu yang menemukan pengolahan toek tersebut, bahkan makanan toek ini sudah turun temurun hingga sampai sekarang masih di lestarikan.
Kayu yang biasa di olah menjadi toek ini ada 5 jenis yaitu kayu tumung, Tektet, Bagbag, Maigeugeu’ dan Panekatbatek. Kalau jenis kayu tumung proses pengolahan sampai panen hanya 6 bulan, tapi kayu jenis yang agak keras panennya bisa sampai 8 bulan, sebut Nulker.
Dalam pengolahan toek ini semuanya sama, akan tetapi berbicara soal rasa tentu berbeda dan juga proses waktu panennya juga beda. Makanya agar isinya bagus harus memilih jenis kayunya dulu.
Biasanya kayu yang di gunakan masyarakat Desa Saureinu’ dalam pengolahan toek ini memakai jenis kayu tumung, karena kayu tumung ini memiliki nilai ekonomis dan perputaran panennya juga cepat.
Untuk menjaga keberlangsungannya agar tidak punah, maka bibit kayu jenis tumung ini di tanam dekat sungai termasuk lahan-lahan kosong di manfaatkan untuk di tanam kayu tumung agar kelestariannya tetap terjaga dengan baik.
Soal bahan kayunya masyarakat biasanya memotong sepanjang 1 meter dengan besar diameternya sekitar 80 cm yang akan di rendam ke sungai untuk di jadikan bahan pengolahan jadi toek.
Satu batang kayu tumung itu di perkirakan ada sekitar 50 potongan yang akan di rendam ke sungai dan hasil toek satu batang kayu yang direndam bisa mencapai 10 kantong ukuran plastik 1 kg, ucapnya.
Editor : Heri Suprianto