Penulis Amidhia Guru Kelas 5 SD 21 Teluk Nibung
INFONUSANTARA.NET – Menjadi guru adalah kesempatan sekaligus hadapi tantangan untuk dapat berkontribusi mendukung perkembangan siswa. Itulah yang dirasakan guru kelas 1 ,dan kelas 3.disalah satu SD di kota padang, ibu Mairise yang mengajar di kelas 3.
Saat masuk sekolah, dimana waktu telah menunjukkan pukul 07.15 WIB pagi di sebuah sekolah dasar (SD) di Kota padang, bel berbunyi dan siswa-siswi kelas 1 sampai kelas 6 dengan tertib duduk di kursi masing-masing dan membuka buku pelajaran. sedikitnya 20 siswa kelas 1, kelas II ada 20 orang dan 21 siswa kelas 3 ,tampak siap mengikuti kegiatan belajar.
Tak lama, suara langkah kaki yang familiar mengalihkan pandangan mereka ke arah pintu kelas 2. “Selamat pagi, Ibu Guru!” ujar para siswa bersamaan. “Selamat pagi, anak-anak,” ujar perempuan berkerudung yang baru memasuki kelas.
Ibu Mairise, guru kelas tersebut berjalan menuju mejanya yang terdapat di depan kelas. Ia lalu memperhatikan setiap siswa yang duduk rapi dalam kelompok-kelompok kecil. Wajah-wajah yang memancarkan semangat itu turut menumbuhkan semangat dalam dirinya.
Wajah-wajah itu jugalah yang telah menjadi bagian dari kesehariannya selama hampir dua tahun sekolah ditutup dengan melaksanakan pembelajaran melalui daring. Selain mengingat wajah setiap anak didiknya, Ibu mairise juga hafal nama dan sifat mereka masing-masing walaupun anak -anak di lihat wajah nya melalui whatsApp atau aplikasi zoom
Ibu Marda mengimbau para siswa yang belum bisa membaca dan dikte. Bagi Ibu Mairise sebagai seorang guru, mengetahui karakter anak merupakan hal yang paling penting.
“Karakter siswa di kelas tidak ada yang sama. Tingkat pemahaman mereka pun berbeda-beda,. “Misalnya, ada anak yang bisa matematika, tetapi kurang menguasai pelajaran lain. Atau, ada juga anak yang kurang menguasai banyak pelajaran, tetapi bagus di SBK (Seni, Budaya, dan Keterampilan).
Padahal, anak tersebut bukannya tidak bisa, tetapi hanya butuh waktu agak lama atau mungkin butuh metode pengajaran lain. Kita tidak boleh menganggap dia bodoh atau sejenisnya karena setiap anak pasti mempunyai kelebihan.”
Bukan hanya itu, Ibu mairise mengajak guru kelas 1 dan guru kelas 3 untuk berkolaborasi dalam tahap baca tulis pasca daring khusus kelas rendah. bahwa setiap anak membutuhkan perhatian.
“Ada yang mencari perhatian dengan bersikap sulit diatur, atau malah sebaliknya, menjadi pendiam dan penurut. Kita tidak bisa menyamakan anak yang satu dengan yang lain; yang penting adalah metode pendekatan ke anak. Kita perlu dekat dulu dengan anak. Kita ketahui dulu karakter anak itu seperti apa. Setelahnya, barulah kita bisa memutuskan bagaimana menghadapi anak tersebut,”
Salah satu kendala yang sering Ibu Mairise temui saat mengajar adalah mood siswa dan sifat malas membaca. Ada kalanya suatu hal di luar sekolah bisa mempengaruhi mood siswa saat belajar di kelas. Meski anak-anak biasanya mudah kembali ceria, ada kalanya Ibu kelas 1 ,2 dan kelas 3 perlu melakukan pendekatan lebih agar anak dapat menceritakan masalah mereka sebelum diajak membicarakan hal-hal lain.
Ibu Mairise juga berharap seluruh siswa kelak dapat menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sekitarnya dengan kesepakatan guru kelas 1 ,2 dan kelas 3 setiap murid apapun pekerjaan orang tua apa pun hasil akhirnya nanti bagi peserta didik kita.
Mereka harus bisa menjadi orang yang bermanfaat. Kalau tidak bisa yang besar-besar, kalau tidak bisa jadi presiden, setidaknya bisa bermanfaat bagi orang-orang terdekatnya untuk menggapai cita-citanya,” tutup Ibu Mairise.