Ketua DPR RI Puan Maharani . |
“Referensi textbook tentang kebudayaan pada tahun 1952 saja, mencatat paling tidak sudah mencapai 179 definisi tentang kebudayaan. Kini setelah lebih dari setengah abad kemudian, dapat dipastikan jumlah definisi berkembang lebih banyak lagi,” kata Puan.
Namun demikian, perbedaan definisi tersebut sebenarnya merupakan variasi dari manifestasi pemahaman yang sama. Puan pun sependapat dengan pandangan para ahli yang menempatkan manusia sebagai perancang strategi kebudayaan bagi masa depan mereka, menuju kehidupan bersama yang lebih berkeadaban.
“Di posisi teoritik inilah kebudayaan memiliki arti penting dalam pembangunan manusia. Kebudayaan mampu membentuk karakter manusia, lebih memanusiakan manusia, membuat kehidupan seluruhnya menjadi lebih baik serta berperikemanusiaan,” dia menjelaskan.
Selain itu, Mantan Menteri PMK ini juga mengatakan bahwa kebudayaan dapat membentuk identitas pada suatu masyarakat sekaligus mampu mempererat solidaritas sosial. Dia berpandangan bahwa pada hakikatnya kebudayaan tidak semata-mata ditempatkan sebagai identitas, simbol, atau status semata.
“Akan tetapi bagaimana kebudayaan itu difungsikan untuk membentuk cara berpikir, berperilaku, dan berkarya bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” ujar Puan.
Pola pikir seperti itu, lanjut dia, terbentuk sebagai orang yang pernah duduk di kementerian yang menangani urusan pembangunan manusia dan kebudayaan. Ketika menjabat, Puan berkewajiban untuk mengarahkan upaya dan kebijakan dalam mengintervensi perubahan cara pikir, cara kerja, serta cara hidup, demi membangun peradaban budaya bangsa Indonesia yang lebih maju.
“Itu sebabnya, arah kebijakan atau politik kebudayaan dalam kerangka membangun manusia dan kebudayaan, saya fokus pada tiga prioritas utama,” Puan menuturkan.
Pertama, dia memprioritaskan pembangunan kualitas hidup manusia sebagai bentuk intervensi untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar manusia Indonesia. Hal ini dilakukan agar mereka dapat mengembangkan potensi diri dan pada tahap selanjutnya ikut berpartisipasi dalam membangun masyarakat.
“Kita tidak dapat membangun kebudayaan yang kuat apabila masyarakat dalam keadaan miskin, tidak sehat, kurang pendidikan, dan tidak merasa tentram,” kata Puan.
Menurut Puan, program intervensi yang dilakukannya antara lain program penanggulangan kemiskinan, program penguatan jaminan sosial, dan perlindungan kaum marginal. Selain itu dia juga mengupayakan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, mutu dan akses pendidikan maupun agama, pembangunan keluarga, juga program perlindungan perempuan dan anak.
“Kedua, pembangunan kapabilitas manusia sebagai bentuk intervensi untuk membangun manusia Indonesia yang produktif, mampu mengembangkan kemajuan di berbagai bidang dan membangun peradaban,” ujar perempuan pertama yang menjabat Ketua DPR ini.
Saat itu, program intervensi yang dilakukan bermacam-macam. Di antaranya, program beasiswa S2 dan S3 ke luar negeri melalui LPDP, program pemberdayaan masyarakat, revitalisasi pendidikan vokasional, pembangunan kependudukan dan keluarga berencana, program pembangunan pedesaan dan Science and Techno Park, serta penguatan riset nasional.
“Ketiga yaitu dengan pembangunan karakter manusia Indonesia sebagai bentuk intervensi untuk memperkuat kepribadian manusia Indonesia yang berlandaskan pada kebudayaan berjiwa kebangsaan Indonesia dan berjiwa Pancasila,” tutur Puan.
Program intervensi paling utama yang dilakukan terkait pembangunan karakter manusia Indonesia adalah Program Gerakan Nasional Revolusi Mental. Program ini berisikan penguatan pendidikan karakter bangsa di semua jenjang pendidikan.
Contohnya gerakan Aparatur Sipil Negara (ASN) mewujudkan Indonesia Tertib, Bersih, Melayani, Mandiri, dan Bersatu. Output dari kegiatan ini yaitu agar pelaksanaan pelayanan publik di lapangan semakin baik untuk masyarakat. Gerakan ini bertujuan untuk mengubah cara pikir, cara kerja, dan cara hidup ASN dalam melayani masyarakat.
“Sangat penting memastikan agar negara menjamin terlaksananya pembangunan manusia Indonesia yang berkebudayaan Indonesia. Karena bangsa Indonesia merupakan hasil sebuah rekayasa dalam proses sejarah, untuk mewujudkan cita-cita dari apa yang disebut sebagai Kebudayaan Indonesia pun juga harus direkayasa,” ucap Politikus PDI Perjuangan ini.
Dia menjelaskan jika kebudayaan yang berkembang di wilayah Indonesia dibiarkan secara alamiah, tidak mustahil kebudayaan trans-nasional suatu saat akan menjadi tuan di negeri ini. “Tidak akan ada lagi jati diri ke-Indonesiaan, jati diri yang bisa kita dibanggakan,” kata Puan.
Laporan: Mela
(*)