Maklumat Kapolri soal FPI Dikritik: Isu HAM hingga Cek Kosong

Kadivhumas Polri Irjen Pol Argo Yuwono (kanan) menunjukkan Maklumat Kapolri tentang larangan penyebaran konten FPI. (Foto: ANTARA/RENO ESNIR)

INFONUSANTARA.NET — Maklumat yang diterbitkan oleh Kapolri Jendral Pol. Idham Aziz terkait pelarangan penyebaran atribut Front Pembela Islam (FPI) di dunia maya menuai kritik dari banyak pihak. Pasalnya, ketentuan itu dianggap melanggar konstitusi dan membatasi hak asasi manusia.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bidang Advokasi,Muhamad Isnur menyoroti salah satu subtansi kontroversial dalam Maklumat itu adalah larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI di media sosial yang diatur dalam poin 2d.

Menurutnya, akses terhadap konten internet merupakan hak atas informasi yang dilindungi oleh UUD 1945 dan sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti Pasal 14 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

“Oleh karenanya dalam melakukan setiap tindakan pembatasan terhadap hak-hak tersebut, harus sepenuhnya tunduk pada prinsip dan kaidah pembatasan, sebagaimana diatur Pasal 28J ayat (2) UUD 1945,” kata Isnur.

Lebih lanjut, Isnur mengatakan Resolusi Dewan HAM 20/8 tahun 2012 turut mengatur perlindungan hak yang dimiliki setiap orang turut melekat saat mereka sedang online.

Perlindungan ini khususnya terkait dengan kebebasan berekspresi yang berlaku tanpa melihat batasan atau sarana media yang dipilih.

“Resolusi itu kemudian diperkuat dengan keluarnya Resolusi 73/27 Majelis Umum PBB, pada 2018, yang mengingatkan pentingnya penghormatan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi,” kata dia.

Tak berhenti sampai di situ, Executive Director SAFEnet Damar Juniarto menilai Maklumat Kapolri poin 2d sangat meresahkan masyarakat. Pasalnya, bukan hanya anggota FPI saja yang terkena imbasnya, melainkan implikasinya bisa akan meluas ke anggota masyarakat lainnya.

“Kalau dibaca, yang dilarang masyarakat, bukan hanya anggota FPI sehingga implikasinya meluas. Yang dilarang bisa non-anggota FPI, akademisi, media untuk mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI,” kata dia.

Bila poin 2 Maklumat Kapolri itu dilanggar, maka berlaku Poin 3 di mana akan ada tindakan dari anggota kepolisian berdasarkan peraturan atau diskresi kepolisian.

“Apakah akan dikenakan sanksi hukum Pasal berapa dari aturan hukum yang mana? Hukumannya apa ya?” cetusnya.

Damar berharap kepolisian segera menjelaskan sanksi hukum apa yang diberikan dari masing-masing poin yang dilanggar. Ia pun khawatir Maklumat itu menjadi blank check atau cek kosong yang bisa sangat luas penafsirannya.

“Dan penerapannya oleh kepolisian dan di sini akan bergesekan dengan penghormatan atas hak asasi dari warga,” kata Damar.

Selain itu, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid ikut mengkritik terkait Maklumat Kapolri tersebut. Ia menegaskan Maklumat itu sangat berlebihan dan potensial membatasi hak asasi yang sudah dijamin konstitusi.

Hidayat menegaskan pembatasan hak tersebut harus dilakukan melalui mekanisme Undang-undang (UU), bukan melalui Maklumat.

“Namun, yang perlu dipahami adalah pembatasan hak tersebut harus dilakukan melalui undang-undang, bukan berdasarkan Maklumat Kapolri. Apalagi hirarki aturan hukum di Indonesia tidak mengenal istilah Maklumat Kapolri,” kata Hidayat.

Tak hanya itu, Hidayat mengaku khawatir Maklumat Kapolri itu bisa berdampak pada pengusutan kasus penembakan 6 orang anggota FPI oleh yang kini mendapat sorotan media. Hidayat lantas mendesak agar Kapolri merevisi subtansi pada pasal 2d Maklumatnya tersebut.

“Apalagi saat ini, sejumlah media sedang aktif memberitakan dan menginvestigasi penembakan 6 anggota FPI yang menjadi perhatian luas dari publik,” kata dia.

“Karena dikhawatirkan larangan itu akan berdampak kepada pengusutan tuntas dan adil terhadap kasus yamg oleh banyak pihak disebut masuk kategori pelanggaran HAM berat tersebut,” lanjut Hidayat.

Terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengklaim Maklumat Kapolri itu tak akan mengganggu kebebasan berekspresi maupun pers.

Pihaknya hanya menekankan agar masyarakat tak menyebarluaskan berita bohong atau hoaks yang mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat.

“Yang terpenting bahwa kita dengan dikeluarkannya maklumat ini, kita tidak membredel berkaitan konten pers tidak,” kata Argo, di gedung Bareskrim, Jumat (1/1).

“Artinya bahwa poin 2d tersebut, selama tidak mengandung berita bohong, potensi gangguan Kamtibmas atau provokatif, mengadu domba atau perpecahan dan sara, itu tidak masalah,” pungkasnya.

Source:CNN Indonesia


Leave a Comment