Politikus PPP Arsul Sani menilai Maklumat Kapolri soal FPI memiliki pasal karet. (Foto: CNN Indonesia/Dhio Faiz) |
INFONUSANTARA.NET — Kapolri menerbitkan Maklumat Nomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) bersifat ‘karet’ sehingga perlu dilakukan perubahan atau pencabutan.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani menilai pasal 2d Maklumat Kapolri soal Front Pembela Islam (FPI) bersifat ‘karet’. Ia pun meminta Polri memperbaiki rumusannya.
Arsul meminta Kapolri Jenderal Idham Azis untuk mempertimbangkan daya ikat dalam melakukan penindakan hukum serta kedudukan maklumat tersebut dalam hierarki perundangan-undangan sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Sebagai anggota Komisi III DPR, kami meminta agar maklumat tersebut diperbaiki rumusan kalimatnya. Dan kemudian sebelum disampaikan kepada publik agar dimintakan pandangan dari para ahli hukum,” kata Arsul sebagaimana dilansir dari CNNIndonesia.com, Sabtu (2/1).
Adapun pasal 2d Maklumat Kapolri tersebut menyatakan: “Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial”.
Dalam hal ini, Arsul bahkan melihat potensi pasal tersebut memberikan peluang bagi anggota Polri di lapangan dalam menafsirkan pasal itu sesuai kehendak pribadi. Sebab menurutnya kebijakan yang tidak ada batasan itu bisa menimbulkan bias di masyarakat.
“Masyarakat kita kritis dan menginginkan agar perumusan sebuah kebijakan itu jelas batas-batasnya, tidak bersifat ‘karet’ yang memberikan peluang bagi anggota Polri di lapangan untuk menafsirkannya sendiri,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini pun mengaku melihat publik mulai kontra mengkritisi aturan tersebut. Pasalnya, masyarakat tidak ingin ada aturan yang dipandang dapat mengganggu hak dan kebebasan berekspresi.
Diketahui, Pasal 28F UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
“Saya melihat reaksi kontra berbagai elemen masyarakat terhadap Maklumat Kapolri terkait FPI, terutama yang ada di pasal 2d menunjukkan bahwa masyarakat kita kritis,” pungkasnya.
Protes serupa juga dikemukakan oleh Komunitas terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
Dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (1/1) kemarin, Komunitas Pers menyatakan Pasal 2d dalam maklumat itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi.
Lebih lanjut komunitas juga menyatakan, Pasal 2d Maklumat itu mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI.
Terkait protes itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Argo Yuwono memastikan bahwa Maklumat Kapolri soal larangan menyebarluaskan konten FPI tak akan mengganggu kebebasan berekspresi maupun pers.
Menurut Argo, dalam larangan tersebut, pihaknya hanya menekankan agar masyarakat tak menyebarluaskan berita bohong atau hoaks yang mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat.