Sekjen PPP Arsul Sani menilai kasus dugaan korupsi yang melibatkan Menteri Edhy Prabowo bisa jadi faktor bagi Presiden Jokowi untuk melakukan reshuffle kabinet (CNN Indonesia/Martahan Sohuturon) |
INFONUSANTARA.NET— Sekretaris Jenderal Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) Arsul Sani menganggap kasus dugaan korupsi terkait
izin ekspor benih lobster yang menyeret nama Menteri Kelautan dan
Perikanan Edhy Prabowo bisa
menjadi faktor bagi Presiden Joko Widodo untuk melakukan kocok ulang atau reshuffle kabinet.
Meski demikian, Arsul tak menutup
kemungkinan Jokowi hanya memilih satu sosok saja untuk mengisi kursi Menteri
Kelautan dan Perikanan yang sementara dijabat Luhut Binsar Pandjaitan sebagai
pelaksana tugas (Plt).
“Namun kalau kemudian
Presiden nanti mendefinitifkan Menteri Kelautan dan Perikanan, maka itu bisa
jadi hanya sekedar mengisi posisi Menteri Kelautan dan Perikanan saja atau
bahkan itu menjadi pintu masuk reshuffle,”
kata Arsul lewat pesan singkat, Kamis (26/11).
Arsul mengatakan Jokowi tidak
pernah menutup kemungkinan untuk melakukan kocok ulang kabinet. Meski begitu,
Arsul menyerahkan kepada Jokowi terkait langkah yang akan ditempuh untuk
mengisi kekosongan Menteri Kelautan dan Perikanan saat ini.
Dasco menyampaikan bahwa
partainya tak mau mencampuri urusan tersebut karena masalah pergantian
merupakan menteri merupakan hak prerogatif Jokowi sebagai Presiden RI.
“Kalau sebagai menteri,
tentunya itu adalah hak prerogatif presiden. Kami dari Gerindra tidak
mencampuri dan kita akan tunggu saja kebijakan bagaimana kebijakan dari
presiden,” ucap Dasco kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan,
Jakarta pada Kamis (26/11).
“Soal yang mana pilihan
Presiden, ya bagi PPP itu kita tunggu saja, karena itu semuanya ada dalam
wilayah prerogatif Presiden,” ucap Arsul.
Sebelumnya, Ketua Harian DPP
Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pihaknya menunggu keputusan Jokowi
terkait sosok pengganti Edhy di jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan.
KPK telah menetapkan Edhy dan
enam orang lain sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi izin
ekspor benih lobster atau benur. Edhy diduga menjadi salah satu pihak
penyelenggara negara yang menerima uang terkait ekspor benih telur lobster.
Tersangka tersebut meliputi staf
khusus Edhy, staf khusus istrinya, dua orang dari pihak swasta dan dua orang
yang masih buron.
“KPK menetapkan tujuh orang
tersangka. Masing-masing sebagai penerima, EP, SAF, APM, SWD, AF, dan AM.
Sebagai pemberi SJD,” ungkap Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Gedung
Merah Putih, Jakarta pada Rabu (26/11).
Sumber:CNN Indonesia