Pakar tata negara menyatakan penghapusan pasal dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja usai disahkan DPR adalah bukti kecacatan prosedur (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A) |
INFONUSANTARA.NET — Pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan, Asep Warlan menilai penghapusan 1 pasal dalam Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja usai disahkan sidang paripurna DPR adalah bukti kecacatan prosedur.
Seharusnya UU yang sudah disahkan DPR tidak lagi ada penghapusan pasal mau pun ayat oleh Kementerian Sekretariat Negara.
“Cacat prosedur dan cacat substansi. Bukan hanya tidak partisipatif, tidak terbuka, tapi juga pasal-pasal diubah-ubah,” kata Asep saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (23/10).
Menurut Asep, rapat paripurna DPR saat pengesahan UU itu adalah pengambilan keputusan final dan tertinggi. Seharusnya, tak ada perubahan pada naskah yang sudah disahkan.
“Bahwa di tata tertib ada 7 hari bukan berarti mengubah substansi atau pasal-pasal atau kalimat atau apapun. Karena kata-kata setuju (dalam paripurna) itu adalah setuju dengan naskah yang terakhir,” ucap dia.
Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono mengakui ada penghapusan pasal dalam Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja usai disahkan dalam sidang paripurna di DPR 5 Oktober lalu.
Pasal yang dihapus yakni Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pasal itu tidak lagi tercantum dalam naskah terbaru 1.187 halaman. Dini menyebut, pasal itu dihapus karena kembali ke aturan yang tercantum dalam UU lama soal migas.
“Intinya pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing,” ujar Dini melalui pesan singkat kepada wartawan, Jumat (23/10).
Menurut Dini, penghapusan itu telah sesuai dengan hasil rapat Panja DPR dan pemerintah. Dalam rapat itu kedua belah pihak sepakat menghapus pasal 46 dan mengembalikannya ke UU yang lama, yakni UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Namun Asep tetap mempertanyakan alasan pemerintah itu. Menurut dia, alasan tersebut justru menunjukkan ada kesan pemerintah dan DPR terburu-buru mengesahkan UU Cipta Kerja.
” jangan diparipurnakan kalau masih ada kesalahan, di dalam paripurna kan juga dihadiri wakil dari pemerintah, berjejer menteri, itu artinya harusnya sudah tidak ada perbedaan, kan ketok palu di situ,” ucap dia.
Sumber: CNN Indonesia