Infonusantara.net
PADANG – Pada saat pademi Covid-19 membuat para wali murid yang berada di zona kuning, merah Covid-19 gelisah. Pasalnya, banyak dari wali murid yang tidak mampu dalam menjelaskan dan menerjemahkan bahan ajar kepada anak dirumah dari pembelajaran dengan metode daring.
Salah seorang wali murid Susi (43) yang ditemui media ini menyampaikan bahwa ia tidak mampu membantu anaknya dalam menerangkan mata pelajaran bagi anaknya yang pada saat ini berada di kelas V di sebuah Sekolah Dasar negeri di Kota Padang. Hal ini disebabkan kemampuan memberikan bahan ajar sangat terbatas, apalagi kesulitan membagi waktu bekerja dengan memberikan pelajaran di rumah, Selasa (21/7)
“Saya sangat berharap sekolah kembali di buka, pasalnya anak akan lebih patuh jika belajar didampingi gurunya, dari pada orang tua,” jelas karyawan swasta ini.
Ditemui terpisah, Ade (28) salah seorang wali murid juga meminta sekolah kembali di buka. Hal ini disebabkan ia tidak bisa mengajarkan membaca kepada anaknya yang pada saat ini kelas I SD.
“Saya berharap berharap sekolah di buka, dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19 yang ketat. Jika perlu lakukan swab berkala kepada guru-guru di sekolah. Jujur, kami kewalahan dalam penerapan pendidikan daring ini di rumah,” pintanya.
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Padang DR. Fitri Arsih saat di hubungi menjelaskan dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 pembelajaran secara daring merupakan cara terbaik dan aman dalam melakukan proses pendidikan di masa pademi ini.
“Cara merupakan cara yang sangat efektif karena siswa dapat terus belajar tanpa harus datang ke sekolah sehingga dapat terhindar dari paparan virus covid-19,” jelasnya.
Fitri mengakui bahwa pembelajaran daring di dunia pendidikan Indonesia merupakan hal yang sangat baru. Alhasil, guru yang biasanya mengajar dengan tatap muka harus lebih mengekplor kemampuan dan keterampilannya guru dalam merancang pembelajaran secara daring. Sementara siswa harus dapat beradaptasi dengan belajar tanpa bertemu dengan guru.
“Dari hasil pengamatan saat ini pembelajaran daring masih terfokus pada pengembangan pembelajaran pada ranah pengetahuan (kognitif) sementara ranah pengembangan sikap (afektif) dan keterampilan belum bisa dikembangkan secara efektif. Sebagai contoh pada pembelajaran IPA, siswa perlu dilatih untuk terampil dalam menggunakan alat misalnya mikroskop atau alat lainnya, dalam hal ini pembelajaran secara daring belum mampu menfasilitasi keterampilan tersebut,” jelasnya.
Lebih lanjut Fitri menambahkan pembelajaran secara daring memiliki keterbatasan dalam hal pengguna.
“Pembelajaran secara daring belum efektif dilakukan pada jenjang pendidikan dasar, seperti pada pendidikan anak usia dini, TK, dan SD kelas rendah (kelas 1-3). Selain itu jika dilihat dari aspek ekonomi tidak semua orang tua memiliki kemampuan untuk membeli dan menyediakan perangkat ini untuk anaknya dalam belajar, apalagi dalam kondisi pandemi yang sebagaian besar orang tua memgalami penurunan pendapatan/penghasilan bahkan ada yang di rumahkan,” tambahnya.
Selain itu Fitri memaparkan bahwa pembelajaran secara daring memang baik, namun harus dilakukan pengkajian ulang jika dilaksanakan secara lama.
“Seberapa pun canggihnya teknologi namun dalam proses pendidikan kehadiran dan sentuhan guru masih sangat dipelukan terutama dalam mengembangkan ranah sikap dan keterampilan siswa, agar proses pendidikan dapat berjalan secara utuh. Pendidikan itu tidak hanya membekali siswa dengan pengetahuan semata namun juga penting dalam mendidik sikap, perilaku dan mental siswa dan hal ini diperoleh dalam pembelajaran tatap muka,” tambahnya.
Fitri juga menekankan bahwa yang paling utama yang harus dilakukan sekarang adalah seluruh masyarakat harus bersatu dalam memutus penyebaran virus ini agar keadaan akan aman untuk melakukan pembelajaran seperti masa sebelum pandemi.
“Setiap anak butuh interkasi dan bersosialisasi dan itu dapat dilakukan pada pembelajaran tatap muka , bertemu dengan guru, bertemu dengan teman di sekolah,” tutupnya.
Ditemui terpisah, pakar kesehatan dari Universitas Andalas dr. Mohamad Reza PhD menjelaskan bahwa sekolah pada zona kuning dan merah belum dimungkinkan untuk dilaksanakan protokol jaga jarak dan masker pada dunia pendidikan.
“Artinya, pendidikan di sekolah belum bisa dilaksanakan dengan tatap muka. Hal ini disebabkan peserta didik belum dewasa, bahkan seorang mahasiswa pun tidak bisa mematuhi protokol kesehatan mengingat usia mereka yg belum memungkinkan untuk bijak menaati protokol covid19,” jelasnya.
Selain itu, Reza menjelaskan juga bahwa faktor yang mempengaruhi sekolah belum bisa melaksanakan tatap muka karena peserta didik bisa melakukan kontak dengan jarak yang dekat dengan sesama peserta didik di sekolah dan guru.
“Sangat di sarankan dimasa pademi ini untuk tidak melakukan kontak fisik lebih dari satu jam diruang tertutup,” tegasnya.(Inf/edg)
INFO NUSANTARA PERSADA