Infonusantara.net – Ketua PBNU, KH Said Aqil Siradj dalam tausyiahnya, menjelaskan konsep Islam Nusantara yang dikembangkan PNNU pada 500 orang lebih undangan yang berasal dari berbagai kalangan di Sumbar. Kyai Said memulai penjelasannya dengan amalan warga Nadhliyin yang merujuk pendapat Imam Syafi’i dan Asy’ari. Kyai Said kemudian secara panjang lebar menjelaskan sifat-sfat Allah mulai dari Sifat Wajib, Jaiz dan Mustahil.
“Islam Nusantara itu berada pada ranah Budaya, tidak dalam konteks tauhid,” tegasnya.
Dia mencontohkan, Selandia Baru, Australia, Kanada, Jepang dan berbagai negara di belahan dunia lainnya, secara aqidah Islam, tak jelas dan sangat menyalahi. Tapi, negara-negara tersebut sangat Islami secara budaya.
“Saya pernah berkeliling Australia berceramah selama dua pekan lebih. Di hari terakhir, saat sesi beli oleh-oleh, handphone saya tertinggal entah di toko yang mana. Akhirnya saya ikhlaskan saja karena sudah tak ingat lagi dimana tercecernya handphone tersebut,” ungkap Kyai Said.
“Saya lalu kembali ke hotel dan terus packing barang-barang untuk bersiap kembali ke tanah air. Saat bersiap-siap itu lah, kemudian petugas hotel bersama seorang yang tak saya kenal, datang mengetuk pintu kamar. Saat pintu saya buka, ternyata kedatangan mereka itu dalam rangka mengembalikan handphone saya yang tercecer itu,” tambahnya.
Kyai Said kemudian bertanya, kalau di negara kita, mungkinkah kejadian seperti ini? Pertanyaan ini disambut tawa berderai hadirin yang memenuhi auditorium istana gubernur Sumbar itu. Tak terkecuali gubernur Sumbar, Irwan Prayitno. “Kejadian seperti pengalaman saya ini mungkin juga terjadi di Indonesia, tapi secara umum nyaris tak mungkin. Islam Nusantara itu, sebenarnya pada wilayah budaya seperti ini,” katanya.
Ditegaskan Kyai Said, agama dan budaya merupakan amanah. Perbedaannya, agama tidak boleh berubah dan berbeda, terkait aqidah dan syariat antara satu orang dengan lainnya kendati berbeda negara. Sementara budaya juga merupakan amanah Allah yakni amanah insaniyah di mana manusia diamanatkan untuk membangun peradaban.
“Jadi yang berbeda antara Timur Tengah dengan Nusantara budayanya, kepribadian, peradabannya. Aqidah syariah sama, budayanya tidak sama. Ini lah yang mendasari kita melahirkan Islam Nusantara,” terangnya.
“Islam Nusantara merupakan topologi Islam, Islam ramah, santun moderat dan toleran. Semoga Islam Nusantara jadi solusi ditengah kebuntuan yang dihadapi negara-negara Islam di Timur Tengah. Mudah-mudahan, saatnya Islam Indonesia, Malaysia, Brunei dan sekitarnya menjadi kiblatul muslimin, kiblat budaya, peradaban. Itulah Islam Nusantara,” katanya. (*)