Infonusantara.net
Ketua DPD LPM Kota Padang, Irwan Basir Datuk Rajo Alam mengatakan, kita harus bisa mengembalikan dan menjaga tradisi warisan nilai – nilai luhur budaya Minangkabau pada masyarakat dan gernerasi penerus kita di era globalisasi dan milenial saat ini.
“Dikatakan di era globalisasi dan zaman milenial saat ini, peradaban kebudayaan dan nilai – nilai luhur kian memudar. Sikap serta norma – norma dalam kehidupan bermasyarakat semakin terkesampingkan. Sudah kurangnya raso jo pareso di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat,” ujarnya.
Hal itu terlihat dengan banyaknya prilaku masyarakat yang semakin masa bodo, tak peduli, acuh dengan sesama, sikap siapa loe siapa gue dalam bermasyarakat.
Saat ini kita juga sudah jarang menemukan bahasa adat yang begitu kental dengan makna yang tersirat begitu dalam di setiap kata dalam ungkapannya, yakni bahasa pepatah – petitih yang sangat dikenal bagi orang minang,” sebut Irwan Basir Datuk Rajo Alam
Ada bahasa-bahasa serta makna yang tersirat yang terkandung di dalam pepatah – petitih tersebut. Dalam pepatah -petitih Minangkabau terkandung nilai-nilai Islami. Pepatah-petitih berisi norma-norma atau aturan-aturan hidup masyarakat Minangkabau sejak zaman dahulu.
Kita ambil saja contohnya seperti pepatah dari rangkaian kata “Satitiak Jadikan Lauik, Sakapa Jadikan Gunuang”, ungkapan dari kata – kata ini merupakan pepatah yang sangat fundamental dalam kehidupan sosial, ekonomi, budaya hingga beragama di Minangkabau. Setiap hal yang diterima, ilmu yang dipelajari, meskipun itu sangat sederhana dan kecil harus bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Kemudian “Alam Takambang Jadi Guru”
adalah hasil dari merenung dan mengkaji alam semesta cipataan Tuhan. Darinya kemudian lahir bulir-bulir hikmah yang digunakan dalam menopang kehidupan sosial di Minangkabau.
“Bapuntuang suluah sia, baka upeh racun sayak batabuang, paluak pangku Adat nan kaka, kalanggik tuah malambuang”. Maknanya adalah kalau ajaran Adat Minang Kabau benar – benar dapat diamalkan oleh anggota masyarakat, maka masyarakat itu akan menjadi masyarakat yang tinggi peradabannya dan kuat persatuannya.
“Kita dapat melihat dan memahami semua nilai-nilai luhur yang diwariskan melalui pepatah petitih tersebut, dan masih sangat banyak sekali pepatah petitih lainnya dimana terkandung nilai-nilai luhurnya semuanya dapat diamalkan oleh anggota masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, sama – sama kita lihat saat sekarang seperti dalam acara pinang meminang, baralek, duduak atau batagak gala bagi marapulai, di Kota Padang sudah jarang menggunakan tradisi pepatah -petitih ini. Padahal ini adalah tradisi adat yang ada di Minangkabau yang harusnya dilestarikan.
“Kalau tidak disikapi, bisa saja sepuluh, dua puluh tahun kedepan tradisi ini akan hilang sama sekali terutama pada masyarakat di wilayah perkotaan, “sebut Irwan Basir Datuk Rajo Alam.
Disamping itu, perlu sekali rasanya bagi anak-anak kita generasi milenial sekarang ini harus tahu apa sih Kato Nan Ampek (kato mandata, kato mandaki, kato malereng dan kato manurun). Harus tahu nan ma sawah jo pamatang (harus tahu yang mana sawah dan pematangnya,red). Anak – anak kita generasi penerus harus tahu tata berbicara, ada tempat dan aturannya dalam adat budaya di Minangkabau ini.
“Jadi mereka tahu bagaimana berkata dan bersikap santun. Seperti bicara kepada mamak, dan bagaimana mereka harus bersikap. Tahu apa Suku, Datuaknya, tahu gala adatnya, kaumnya, atau pusakonya,” ucap Irwan Basir.
Lebih lanjut menurut Irwan Basir, untuk membangkitkan kembali batang tarandam tradisi budaya Minangkabau tentang pepatah petitih tersebut, selaku Ketua DPD LPM Kota Padang dirinya siap koordinasi bersama LKAM, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata juga melalui persatuan urang sumando, persatuan niniak mamak adat, organisasi – organisasi kemasyarakatan yang ada di setiap kecamatan.
Koordinasi dengan LKAM, tugasnya menghidupkan kembali potensi – potensi unsur budaya yang ada dimasing – masing nagari atau daerah. Melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bisa juga dengan cara menggelar festival pepatah petitih se Kota Padang.
“Membuat suatu program untuk generasi muda kita dan kedepannya warisan budaya ini harus kembali disosialisasikan, diimplementasikan dan direalisasikan ditengah kehidupan bermasyarakat, ” pungkasnya.
Disamping itu, Irwan Basir juga berharap pemerintah dapat membuat kurikulum yang mengarah kepada pendidikan berkarakter kearifan lokal yang harus dimasukkan ke sekolah.
“Konsepnya berdasarkan adat salingka nagari itu sendiri yang dimasukkan ke pemerintah provinsi dan pusat, ” harapnya.(inf)