Infonusantara.net, PADANG – Wali Kota Padang, Mahyeldi menerima kunjungan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Republik Indonesia dalam rangka membahas Kajian Kemajemukan Bangsa Sebagai Basis Pembangunan Kesejahteraan Rakyat.
Tim Kajian yang diketuai oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE didampingi Maksum, S.Sos selaku Penanggung Jawab Tim Kajian dan Dr. Riefki Muna sebagai Anggota Tim Kajian disambut hangat di Ruang Abu Bakar Ja’ar Balaikota Padang Aie Pacah, Rabu (27/3/2019).
Azyumardi mengatakan, sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, Wantimpres melakukan salah satu kajian mengenai kemajemukan bangsa sebagai basis pembangunan kesejahteraan rakyat, yang terkait dengan tiga hal pokok yaitu, suku bangsa, agama dan kemajemukan dalam bidang politik.
“Suku Minangkabau ini unik, karena tradisi matrilineal yang dianut, etos dagang dan etos merantau yang tinggi. Dari segi agama juga mengandung kemajemukan dan Islam merupakan agama mayoritas yang dianut, sehingga potensi zakat untuk kesejahteraan umat juga tinggi. Sedangkan kemajemukan di bidang politik yang ditandai dengan aspirasi politik yang beragam, tidak lantas menjadikan Padang rawan konflik, namun tetap kondusif”, tutur Azyumardi.
“Kenapa tetap rukun? Kenapa hampir tidak pernah terjadi kerusuhan antar etnis? Ini yang akan kita kaji dan dicari kuncinya untuk dijadikan model atau percontohan bagi daerah lain dan sebagai bahan policy brief dalam pengambilan kebijakan presiden”, jelasnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Wali Kota Padang Mahyeldi mengatakan kemajemukan di Kota Padang dijadikan potensi dalam pelaksanaan pembangunan. “Di Padang antar etnis saling bantu, tanpa merusak keyakinan masing-masing. Demikian pula halnya dengan perang opini yang merupakan hal biasa, namun tidak ada yang berujung konflik dan perselisihan”, ungkap Wako yang dibenarkan oleh unsur Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Padang.
“Setiap Jumat kami melakukan kegiatan Jumat Keliling (Jumling) yang dijadikan ajang berdialog dengan masyarakat, termasuk menyampaikan pesan-pesan persatuan. Sekali tiga bulan juga diadakan pertemuan dengan RT/RW untuk mengetahui berbagai permasalahan yang ada di masyarakat. Penataan Pantai Padang dan Pasar Raya yang dapat dilakukan dengan damai adalah bentuk kata mufakat dengan masyarakat. Kuncinya adalah masyarakat terwadahi dan membangun ketika sudah sepakat”, tutur Mahyeldi.
“Sedangkan untuk etos merantau perlu ditanamkan, karena kalau perantau sukses juga berdampak kepada kampung halaman, seperti dapat membangun masjid dan mengirimkan zakat ke kampung. Para perantau yang sukses pendapatnya juga lebih didengar”, tuturnya lagi.
Sementara itu, tokoh adat dari Kerapatan Adat Nagari (KAN) Pauh IX yang turut hadir menegaskan jika orang Minang selalu memegang prinsip “raso dibao naiak, pareso dibao turun”. Karena itulah orang minang jarang menjadi motor penggerak kekacauan. (hms)