Sumber: Dian Wibowo, SH
Penulis: Op/Anna
INFO (Garut) – Hari ini, tanggal 21 mei 2018 telah di gelar kembali sidang pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri Garut terkait tuduhan Mustofa Hadi Karya atas kasus dugaan pemerasan yang dilaporkan Kepala Desa Margalaksana, Garut Jawa Barat tertanggal 10 Januari. 2018 lalu.
Dalam kesempatan di persidangan, Dian Wibowo, SH Kuasa Hukum MHK dengan gamblang membacakan Pledoi nota pembelaan atas kliennya Mustofa Hadi Karya (MHK) di depan Majelis Hakim dan JPU.
Kata Dian, setiap individu dalam hal ini terdakwa Mustofa Hadi Karya berhak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 28D ayat 1 UUD 1945 dan pasal 3 – 6 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang diatur dalam pasal 18 ayat 1 dengan penegasan bahwa setiap orang yang ditangkap, ditahan dan dituntut karena disangkakan melakukan suatu tindak pidana berhak dianggap TIDAK BERSALAH sampai dibuktikan kesalahannya secara Sah dalam suatu persidangan sesuai dengan ketentuan hukum.
“Dalam perkara yang melibatkan anggota pers berlaku undang -undang pers nomor 40 tahun 1999 dan SEMA nomor 13 tahun 2008 tentang meminta keterangan saksi ahli dewan pers terkait kasus delik pers tidak begitu saja dapat langsung dipidanakan.” Ucap Dian pada wartawan.
Kata ia, hal ini menjadi keprihatinan tersendiri ketika Jaksa Penuntut Umum melakukan dakwaan sejumlah pasal kombinasi antara dakwaan primer dan subsider dengan dakwaan alternatif kepada pekerja Media Massa / Pers atas nama Mustofa Hadi Karya, dimana selain SEMA ada pasal dalam kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) bisa menjadi acuan pers tidak harus di kriminalkan. Hal itu tertuang dalam pasal 310 ayat 3 disebut perbuatan demi kepentingan umum tidak masuk katagori pencemaran, sementara di pasal 50 KUHP, barang siapa melaksanakan ketentuan Undang Undang, dia tidak di pidana.
Lanjut Dian, sangat aneh dan unik apabila diamati dalam fakta – fakta persidangan, terutama dari seluruh saksi tidak ada yang mengarah akan perbuatan (daad) terdakwa Mustofa sebagai pelaku pemerasan.
“Salah alamat dalam laporan kepolisian Kades Wawan tentang adanya dugaan pemerasan, terapi yang unik tidak ada satupun saksi dari staf desa, tetapi hanya dari ormas yang tidak ada hubungannya dengan desa.” Papar Dian.
Bahkan kata Dian pada Wartawan, kliennya dituduhkan pasal 369 ayat 1 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1. Namun pada faktanya tidak didapati unsur itu.
“Fakta – fakta di persidangan telah terungkap tidak adanya kesaksian dari kades Wawan maupun dari para saksi Ajat, Cecep, Yoga dan Banyu Rahayu anggota kepolisian yang bertugas anggota Resmob Polres Garut. Ketidak singkronan pernyataan saksi di persidangan dan tidak adanya pernyataan pernyataan pelapor maupun para saksi yang mengatakan klien saya meminta sejumlah uang, bahkan klien saya memberikan solusi program untuk membangun desa Margalaksana.” Beber Dian.
Menurut pandangan hukum, Dian Wibowo menjelaskan adanya pemaksaan dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya yang bernama Mustofa Hadi Karya untuk dijerat pasal 369 ayat 1 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1, bahwa faktanya tuntutan JPU tidak mendasar dengan tidak adanya dua (dua) alat bukti yang SAH. Bahkan JPU terkesan tidak mendengarkan hasil persidangan, namun hanya melakukan copy paste BAP dan surat dakwaan atas diri Mustofa.
“Kami sangat keberatan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum atas diri Mustofa Hadi Karya, maka kami selaku penasehat hukum terdakwa berpendapat tuntutan JPU terhadap diri Mustofa TIDAK TERBUKTI SECARA SAH dan MEYAKINKAN melanggar ketentuan dakwaan alternatif yaitu pasal 369 ayat 1 KUHP.” Tegas Dian.
Yang dilupakan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa, pertama kliennya menyimpan kwitansi pada saat menerima uang yang diberikan Cecep untuk pembuatan advetorial desa margalaksana, namun belum sempat diberikan ke Kades Wawan dikarenakan dirinya sudah terlebih dulu dibawa ke Polres Garut.
Kedua, bahwa kades Wawan dan para saksi sudah mencabut tuntutan hukum terhadap terdakwa Mustofa Hadi Karya, sehingga menurut ketentuan pasal 369 ayat 2 KUHP pemidanaan terdakwa Mustofa menjadi GUGUR dan tidak perlu dilanjutkan.
“Unsur tersebut membuktikan bahwa Mustofa Hadi Karya TIDAK TERBUKTI secara Sah dan meyakinkan terdakwa MHK telah melakukan perbuatan melawan hukum.” Sambung Dian.
Menurutnya, pandangan dan penilaian hakim menjadi persfektif hukum tersendiri yang dituang dalam satu putusan dan menjadi ketentuan yang mengikat. Akan tetapi ketentuan tersebut jangan sampai berbenturan dengan peraturan perundang -undangan yang lain.
“Mudah – mudahan dalam perkara ini, majelis hakim juga melihat nota pembelaan kami sebagai acuan dalam mengambil keputusan agar melihat undang-undang tidak sepotong-sepotong, tetapi secara keseluruhan sesuai peraturan perundang-undangan yang telah diamanatkan sebagai peraturan yang pro rakyat berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita lihat agenda Minggu depan dengan jawaban Jaksa Penuntut Umum atas pledoi tersebut. Tutup Dian.