Nada Dering di Ponsel ASN di Nyanyikan Salah Satu Paslon Pilgub, Ini Kata DPRD dan Pengamat

Ketidak netralan ASN selama pilgub akan sulit di hindari

Ketua Komis I DPRD Kota Padang Elly Thrisyanti

Infonusantara.net – Ada yang unik jelang digelarnya Pilgub Sumbar 9 Desember 2020 yang akan datang. Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) kerap menjadi sorotan dan hanya menjadi isapan jempol belaka. 

Hal ini dapat diketahui ada ASN di Kota Padang yang memakai nada dering lagu Bhineka Tunggal Ika yang di nyanyikan oleh salah satu paslon yang bertarung di Pilgub Sumbar 2020.

Ketua Komisi I DPRD Kota Padang Elly Thrisyanti menyatakan ASN harus netral dalam pilgub Sumbar 9 Desember 2020 yang akan datang.

“Saya meminta ASN Kota Padang harus netral dalam pilgub 2020 yang akan datang. Kepada paslon di Pilgub Sumbar, jangan jadikan jabatan sebagai senjata untuk menekan ASN dalam mengkampanyekan diri,” ujar Elly Thrisyanti, Rabu (7/10/2020)

Hal senada juga di ungkapkan oleh anggota Komisi III DPRD Kota Padang Helmi Moesim saat di hubungi Harian Rakyat Sumbar. Menurutnya, dengan memakai nada dering di ponsel ASN, jelas ASN tersebut mendukung salah satu paslon.

“Ini sangat salah, dan tidak dibenarkan sekali dalam pilgub 2020 yang akan datang. Sangat jelas ASN memiliki posisi yang cukup strategis untuk menjadi mesin politik pemenangan kandidat pasangan calon karena dapat mendulang suara. Hal ini tidak boleh dilakukan pembiaran secara berkelanjutan,” ucapnya.

Pengamat politik dari Universitas Andalas Sadri Chaniago menilai politik birokrasi sangat sulit dihilangkan di Indonesia, apalagi pada saat pilkada banyak kepentingan-kepentingan politik yang di usung oleh pemangku kebijakan di pemerintahan.

“Ketidak netralan ASN selama pilgub akan sulit di hindari, apalagi telah terjadi jalinan komunikasi yang intens dengan salah satu pasangan paslon Pilgub 2020 sewaktu memangku jabatan seperti walikota. Disini akan terjadi sikap politik balas budi yang diberikan ASN kepada salah satu pasangan yang jelas pimpinannya yang saat ini lagi cuti,” ucapnya.

Selanjutnya Sadri Chaniago memandang dukungan ASN kepada salah satu paslon akan sulit dilaporkan, karena kulture dalam budaya Minangkabau tidak ada budaya saling lapor tersebut.

“Dalam kasus ini, saya memandang bahwa masyarakat tidak akan ada yang berani melapor. Hal ini disebabkan hubungan kekerabatan yang telah terjalin dengan baik di masyarakat, selain itu budaya masyarakat Minangkabau menghindari masalah yang timbul dikemudian harinya,” jelasnya.

Lebih lanjut, Sadri Chaniago memandang salah satu penyebab ASN menjadi mesin politik dalam pilgub salah satu paslon, disebabkan tekanan dari pimpinan di instansi dan paslon itu sendirinya.

“Banyak kita lihat, ASN yang idealis tersingkir dari jabatannya. Hukuman politik dari politik birokrasi menyebabkan seorang ASN tersebut akan “terparkir” tanpa jabatan dengan waktu yang cukup lama,” tegasnya.

Sejumlah aturan larangan ASN berpolitik yakni Undang-undang nomor 5 tahun 2014, tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS). Undang-undang nomor 10 tahun 2016. Selanjutnya ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2004 dan PP nomor 53 tahun 2010. (Edg)

Leave a Comment