Ketua Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Gatot Nurmantyo. (Istimewa) |
INFONUSANTARA.NET — Ketua Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Gatot Nurmantyo, mengkritik penanganan pandemi Covid-19. Ia meminta pemerintah dan DPR lebih serius menangani pandemi.
Alasannya, ia menilai masyarakat kebingungan dengan kebijakan pemerintah menangani pandemi. Ketika awal pandemi, lanjutnya, pemerintah justru menarik wisatawan ke Indonesia, padahal penangan Covid-19 pada masa awal ini menurutnya sangat menentukan.
Selain itu, pemerintah tidak membekali satgas Covid-19 yang ketika itu dipimpin oleh Doni Monardo ‘persenjataan’ kuat. Seperti, kewenangan untuk menghentikan transportasi, bidang keimigrasian, dan sebagainya.
Kemudian, Presiden Joko Widodo sempat menekankan mengedepankan kesehatan dibandingkan ekonomi. Namun, ketika DKI Jakarta memutuskan kembali memberlakukan PSBB, hal tersebut justru diprotes oleh sejumlah menteri.
“Dengan kebingungan inilah, kami sarankan kepada pemerintah, presiden dan DPR untuk lebih serius lagi. Ya kalau itu ditanggapi oposisi silahkan saja, tapi maksud kami untuk lebih baik,” ucapnya.
Pernyataan itu disampaikan saat wawancara bersama Karni Ilyas yang diunggah melalui Youtube, Karni Ilyas Club-‘Manuver’ Jenderal Gatot, seperti dikutip pada Sabtu (17/10).
Menurutnya, penanganan Covid-19 tidak dalam satu komando juga berbahaya. Ia mengungkapkan sejumlah daerah menjalankan PSBB masing-masing yang mencerminkan tidak adanya satu komando.
“Dari ini tentunya ini sangat bahaya, maka indikasinya negara lain sudah mulai turun trennya kita baru naik terus,” tuturnya.
Singgung Omnibus Law
Dalam kesempatan itu, ia juga menyinggung soal Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Menurut dia aturan itu menimbulkan kekhawatiran bagi pekerja.
Sebab, UU Cipta Kerja mengubah sejumlah ketentuan yang menyangkut hak-hak buruh seperti pesangon dan cuti.
Dalam sesi wawancara itu, Karni Ilyas bertanya kepada Mantan Panglima TNI itu mengenai UU Cipta Kerja yang mendapatkan penolakan dari pekerja.
“Saya belum begitu siap bicara tentang UU (Cipta Kerja), tapi saya memikirkan bahwa pasti buruh merasa hidupnya tidak tenang, khawatir,” ujarnya.
Selain pesangon dan cuti, ia menilai UU Cipta Kerja melonggarkan Tenaga Kerja Asing (TKA) masuk ke Indonesia. Menurutnya, kondisi ini mengkhawatirkan lantaran pekerja Indonesia belum siap bersaing.
Di sisi lain, Indonesia memiliki bonus demografi dimana masyarakat usia produktif yakni 16-35 mendominasi sekitar 60 persen. Sayangnya, Indonesia belum mempersiapkan bonus demografi tersebut sehingga dari sisi pendidikan kurang maksimal.
“Dengan kondisi tenaga kerja seperti ini, yang belum bisa terpenuhi, masih ada pengangguran. Kalau ada masuk tenaga kerja dari luar, ini kan sulit bersaing,” ucapnya.
Source:CNN Indonesia