Adian Napitupulu.(istimewa) |
INFONUSANTARA.NET – Sekjen Perhimpunan Nasional Aktivis 98 (Pena 98), Adian Napitupulu mengomentari pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir saat wawancara dengan Karni Ilyas yang tayang di kanal You Tube Karni Ilyas Club.
Adian menyebut ada pernyataan Erick yang cukup berbahaya, sebagaimana dimuat pada video yang diberi judul ‘Kalau Titipan Banyak, Bukan Hanya Dari Pak Jokowi (Erick Thohir)’.
Di antaranya pernyataan di menit ke-11 detik ke-20. Erick menyampaikan keinginan agar nanti Kementerian BUMN tidak lagi menerima dana dari APBN, tetapi cukup 1 persen dari pembagian deviden.
“Menurut saya ini pernyataan berbahaya yang bisa mengubah negara menjadi perusahaan yang dibiayai oleh laba usaha semata-mata. Ini bukan pernyataan main-main, ini pernyataan yang keluar dari mulut seorang menteri yang tentunya tidak bisa dianggap remeh, karena terkait dengan konstitusi dan ideologi negara,” ujar Adian dalam keterangannya, Minggu (1/11).
Anggota Komisi VII DPR ini kemudian menyarankan Erick mempelajari, bahwa mengelola negara bukan hanya sekadar berapa angka uang, tetapi di dalamnya ada mekanisme konstitusi dan kontrol melalui parlemen.
Sehingga penentuan anggaran kementerian juga harus persetujuan DPR dan pemerintah. Bukan main asal ambil 1 persen laba BUMN.
Politikus PDI Perjuangan ini lebih lanjut mengatakan, negara bisa mendapatkan uang dari berbagai sumber. Baik itu deviden BUMN, pajak dan sebagainya.
Namun, semua uang itu tidak sertamerta bisa dicomot begitu saja, karena penggunaanya akan diatur melalui APBN yang dibuat bersama oleh DPR dan pemerintah.
Kemudian menjadi undang-undang dan berikutnya DPR diberi kewenangan untuk mengawasi penggunaan anggaran itu.
“Mekanisme ini tidak bisa dilanggar, walaupun deviden BUMN berjuta juta kali lipat dari APBN,” ucapnya.
Adian juga menyebut, pernyataan Erick di sisi lain menunjukan benar-benar tidak memahami apa itu APBN yang diatur dalam konstitusi.
“Tidak mengerti tentang tata kelola negara dan BUMN sebagai badan usaha milik negara, bukan negara milik badan usaha. Saya tidak tahu apa maksud dari Pernyataan Erick Thohir, apakah pernyataan yang lahir dari ketidakmengertian atau dari kesombongan sebagai menteri yang mengelola asset terbesar,” katanya.
Meski demikian, Adian berharap Erick Thohir tidak berniat meniadakan atau mengerdilkan peran DPR dan presiden dalam menyusun anggaran kementriannya.
“Pernyataan kedua di menit ke 34 detik ke 30, membuat saya cukup terganggu ketika Erick Thohir mengatakan presiden juga titip Komisaris,” ucap Adian.
Salah satu pentolan aktivis’98 ini berharap maksud dari pernyataan Erick bukanlah presiden menitip, tetapi memerintahkan untuk menempatkan.
Karena, makna kata Menitip dan memerintahkan adalah dua hal yang sangat berbeda. Menurutnya, kata menitip menempatkan presiden sebagai pemohon dan Erick Thohir sebagai penentu.
“Melalui pernyataannya itu Erick Thohir menempatkan dirinya seolah berada di atas presiden atau dengan kata lain, presiden yang menjadi pembantu dan Erick yang menjadi presiden,” katanya.
Adian kembali menyatakan, tidak tidak mengerti mengapa ucapan yang memutarbalik posisi menteri dan presiden bisa diucapkan oleh Erick. Ia kembali mempertanyakan maksud dan tujuan dari pernyataan tersebut.
“Apakah ucapan itu ekspresi spontan dari imajinasi terpendam untuk menjadi capres 2024 atau tidak, saya juga tidak mengerti. Saya berharap telinga saya salah mendengar atau nalar saya salah memaknai apa yang saya dengar,” tuturnya.
Jika kedua pernyataan yang saya dengar tidak salah, kata Adian kemudian, dan alur nalarnya juga tidak salah, maka boleh jadi kedua pernyataan itu merendahkan dua lembaga negara yaitu DPR dan presiden.
Ia lantas menyarankan Erick Thohir sebagai menteri BUMN perlu segera meluruskan atau meralat atau melengkapi pernyataannya.
Apalagi pernyataannya ditonton banyak orang. Langkah meminta maaf atau meralat penting, agar tidak ada salah persepsi terkait pernyataan tersebut.
“Tetapi, jika Erick Thohir merasa yakin pernyataannya sudah sesuai konstitusi dan mekanisme ketatanegaraan, maka mungkin ini bisa menjadi diskusi menarik dengan para pakar tata negara, konstitusi, termasuk dengan para legislator,” pungkas Adian. (jpnn/fajar)