Oleh : Dodi Putra Tanjung,SH.,P
Sosial Kepemudaan Sumbar
INFONUSANTARA.NET —Pelaksanaan Pilkada Sumbar akan segera digelar, ada 4 calon yang akan bersaing. Berbagai slogan dan semboyan muncul mengusung program kerakyatan. Namun terkesan semua baru berwacana semata.
Maka sebaiknya para kandidat Gubernur ini lebih merumuskan program kepada hal yang lebih kongkrit dan menyentuh kehidupan masyarakat Sumbar secara umum.
Sumatera Barat salah satu daerah yang cukup kaya dengan sumber daya alam. Ada yang sudah digarap, namun lebih banyak yang belum. Yang sudah digarap pun tidak ada aturan jelas mengatur manfaat pengelolaannya bagi masyarakat setempat, dimana sumberdaya itu berada dan dikelola.
Salah satunya bisa diambil contoh ke PT Semen Padang, yang merupakan perusahaan semen tertua di Indonesia peninggalan Belanda yang disebut sebagai Perusahaan kebanggan urang awak!
Semen Padang dan Pilgub 2020
Pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Barat periode 5 tahun kedepan akan segara digelar di penghujung tahun 2020 ini, artinya masyarakat Sumatera Barat akan memilih Kepala Daerah baru. Tentu dengan ide-ide baru menyangkut pembangunan Sumatera Barat, bukan sekedar retorika dan pemanis kata demi mengaharap dukungan semata, tapi lebih kepada program yang terukur.
Diantaranya adalah berkaitan dengan Asset Sumatera Barat, dan salah satunya adalah PT Semen Padang sebagai Perusahaan kebanggaan urang awak.
Satu pertanyaan, beranikah para Calon Gubernur ini bersikap terhadap kondisi Semen Padang pada saat ini?
Bisa saja dengan mengembalikan posisi PT Semen Padang seperti semula ketika belum di akuisisi sebagai Asset Sumatera Barat, dan bisa juga Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sebagai salah satu pemegang saham PT Semen Padang, atau seminimal mungkin Manajemen PT Semen Padang dikembalikan ke fungsi awal, dimana mereka bisa mengatur rumah tangga sendiri, membuat regulasi yang berkaitan dengan internal dan eksternal perusahaan, walaupun tetap dibawah Holding Semen Indonesia, mengingat sekali lagi sejarah berdirinya pabrik PT Semen Padang tidak sama dengan sejarah pabrik Semen lain di Indonesia.
Apa langkah dan rencana mereka terhadap perusahaan besar yang digadang-gadang sebagai kebanggaan ranah Minang ini ?
Dan apakah mereka akan membiarkan, “Jalan dialiah urang lalu, cupak dituka urang panggaleh?”Kita lihat dan tunggu suara mereka tentang hal tersebut.
Sejarah Semen Padang
Dibangun dan didirikan oleh Belanda pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM) yang merupakan pabrik semen pertama di Indonesia, diawali dengan penyerahan tanah ulayat oleh Ninik Mamak nagari Lubuk Kilangan kepada Bangsa Belanda pada tahun 1907. Tujuan penyerahan tanah ulayat itu adalah sebagai tempat berdiri pabrik semen tersebut, dan disisi lain dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku bagi pabrik semen yang akan dibangun itu.
Pada perjanjian penyerahan tanah ulayat tersebut oleh Ninik Mamak nagari Lubuk Kilangan kepada Belanda, ada beberapa point yang mengatur konpensasi yang di dapatkan nagari Lubuk Kilangan dari perusahaan Belanda tersebut.
Kemudian pada tanggal 5 Juli 1958 Perusahaan dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dari Pemerintah Belanda. Selama periode ini, Perusahaan mengalami proses kebangkitan kembali melalui rehabilitasi dan pengembangan kapasitas pabrik Indarung I menjadi 330.000 ton/ tahun. Selanjutnya pabrik melakukan transformasi pengembangan kapasitas pabrik dari teknologi proses basah menjadi proses kering dengan dibangunnya pabrik Indarung II, III, dan IV.
Dan kondisi sekarang sudah berkembang dan bertambah menjadi pabrik Indarung V dan VI, yang tentu juga dengan kapasitas produksi yang lebih besar dari pabrik terdahulu.
Pada tahun 1995, Pemerintah mengalihkan kepemilikan sahamnya di PT Semen Padang ke PT Semen Gresik (Persero) Tbk bersamaan dengan pengembangan pabrik Indarung V. Pada saat ini, pemegang saham Perusahaan adalah PT Semen Indonesia (Persero)Tbk dengan kepemilikan saham sebesar 99,99% dan Koperasi Keluarga Besar Semen Padang dengan saham sebesar 0,01 %. PT Semen Indonesia (Persero) Tbk sendiri sahamnya dimiliki mayoritas oleh Pemerintah Republik Indonesia sebesar 51,01%. Pemegang saham lainnya sebesar 48,09% dimiliki publik.
Semen Padang dan Nagari Lubuk Kilangan.
Pada tahun 1907 Ninik Mamak nagari Lubuk Kilangan memyerahkan tanah ulayat nagari kepada pemerintah Belanda untuk pembangunan pabrik semen di Indarung, (Sesuai Surat Keboelatan tekad Kerapatan Nagari Lubuk Kilangan- Akte Nomor 20/1907 Notaris Jan Frede Hendrik Van Hameer), dimana disalah satu point menyatakan bahwa Pemerintah Belanda memberikan konpesasi kepada Nagari Lubuk Kilangan yang berbunyi : “Bahwa hal itu dapat dilaksanakan dengan persetujuan semua anggota, bahwa pihak lain (Belanda) diwajibkan membayar ganti rugi setiap tahun uang sebesar 400 Gulden, atau setengah tahun 200 Gulden yang dibayar pada tanggal 01 Juni dari tahun bersangkutan atau setengah tahun dengan jumlah 150 Gulden”, berdasarkan Kurs keuangan pada masa itu.
Dan setelah di nasionalisasi pada 1958 dari Pemerintah Belanda, pabrik ini murni menjadi milik Pemerintah Republik indonesia. Tapi dalam perjalanannya masih banyak kendala, mengingat usia Republik yang terbilang muda di masa itu, selain terkendala masalah pendanaan juga terkendala masalah lahan untuk pengembangan pabrik.
Maka terkait pengembangan lahan untuk pabrik ini, pada tahun 1971, kembali Ninik Mamak nagari Lubuk Kilangan menyerahkan tanah ulayat milik nagari untuk pengembangan PT Semen Padang. (Piagam Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah Ulayat : 20 Februari 1971, yang ditanda tangani oleh Ir, Azwar Anas selaku Direktur Utama PT Semen Padang).
Perjanjian penyerahan tanah ulayat tersebut walau secara cuma-cuma dengan dasar mendukung pembangunan, namun disisi lain juga masih menyebut kontribusi bagi masyarakat Lubuk Kilangan untuk diperhatikan di Semen Padang sebagai tenaga kerja serta pembangunan fisik dan ekonomi masyarakat setempat.
Kemudian pada tahun 2004, kembali dilakukan penyerahan tanah seluas 412 Ha oleh nagari Lubuk Kilangan untuk pengembangan lokasi bahan baku bagi PT Semen Padang, (Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas Tanah dari KAN Lubuk Kilangan tanggal 26 Juli 2004, Nomor : 37/SPPHATN/KAN/VII/2004).
Harus dipahami oleh pihak Manajemen Semen Indonesia, bahwa kondisi dan sejarah PT Semen Padang tidak sama dengan sejarah Pabrik Semen lain yang ada di Indonesia. Semen Padang berada diatas tanah ulayat Nagari Lubuk Kilangan yang diberikan secara cuma-cuma oleh Ninik Mamak nagari Lubuk Kilangan kepada Semen Padang, tentu dalam hal ini Semen Indonesia harus memberikan perlakuan khusus kepada PT Semen Padang dan menghormati hak ulayat Nagari Lubuk Kilangan yang dimanfaatkan oleh PT Semen Padang yang sekarang diambil alih oleh Semen Indonesia.
Semen Padang dan Pemprov Sumbar
Dalam pengembangan Semen Padang, tentu peranan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat tidak dapat dinafikan. Karena proses nasionalisasi pada 1958 juga tidak bisa lepas dari campur tangan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Salah satu bentuk partisipasi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terhadap Semen Padang adalah melakukan mediasi dengan pemilik ulayat dalam rangka persoalan pemanfaatan tanah ulayat nagari Lubuk Kilangan sebagai sumber bahan baku dan pengembangan pabrik PT Semen Padang.
Dan ini terhitung sukses, sampai diserahkannya tanah ulayat 412 Ha oleh nagari Lubuk Kilangan kepada PT Semen Padang di kurun 2004. Dan dimanfaatkan oleh PT Semen Padang untuk deposit bahan baku pembuatan semen. Hal ini diawali oleh Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingakt I Sumatera Barat Nomor, 503.545/9/EXPL/DTB-1997, tanggal 06 Juni 1997 tentang pemberian izin Pertambangan Daerah (Eksploitasi) kepada PT Semen Padang untuk bahan galian golongan C (Batu Kapur) untuk tanah seluas 412,03 Ha. Dan Surat Keputusan Walikota Padang Nomor SK.188.45.06.54.1998, tanggal 18 Maret 1998 tentang Pembentukan Panitia Khusus Pembebasan tanah Bukit Karang Putih untuk PT Semen Padang.
PT. Semen Padang sebagai sebuah perusahaan besar dan menjadi kebanggaan warga Sumatera Barat baru mampu memberikan kontribusi (sumbangan partisipasi) kepada Pemprov Sumbar sebesar Rp. 5 milyar pertahun. Sementara permintaan Gubernur Sumbar kepada Dirut PT. SP untuk menaikkan sumbangan menjadi Rp.12 milyar, belum juga digubris.
Dan ini belum ada perobahan sampai di tahun 2019. Artinya, kontribusi Semen Padang kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat belum ada peningkatan. Kontribusi yang diberikan belum sebanding, dengan hasil produksi yang diperoleh PT. Semen Padang yang saat ini sudah beralih ke Semen Indonesia, dan tidak sepadan dengan peran yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terhadap pengembangan Semen Padang dari waktu ke waktu.
Kondisi Saat Ini
Saat ini, PT Semen Padang telah menjadi Holding dari Semen Indonesia Group, posisi PT Semen Padang tidak lagi independent, karena sebagaimana layaknya sebuah holding, tentu status telah berubah menjadi anak perusahaan.
Pengertian Holding Company menurut Ray August, menyatakan bahwa holding company adalah perusahaan yang dimiliki oleh induk perusahaan atau beberapa induk perusahaan untuk mengawasi, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan usaha anak- anak perusahaannya.
Artinya, PT Semen Padang bukan lagi Perusahaan mandiri yang selalu disebut sebagai Perusahaan kebanggaan urang awak. Peran dan fungsi PT Semen Padang yang pernah dibanggakan tersebut telah dikebiri, PT Semen Padang tidak lebih sebagai anak perusahaan yang semuanya di atur oleh Induk, yakni Semen Indonesia Group. Yang semua aktifitasnya telah dikontrol dan dibatasi oleh induk itu sendiri.
Sementara menikam jejak sejarah Semen Padang, bahwa pabrik ini adalah peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda, yang dibangun berdasarkan kesepakatan dengan Ninik Mamak pemangku Adat Nagari Lubuk Kilangan, lalu diteruskan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan disupport lagi sepenuhnya oleh Masyarakat Anak Nagari Lubuk Kilangan, yang terakhir dengan menyerahkan lahan 412 Ha sebagai Deposit bahan baku bagi PT Semen Padang yang saat ini berada di bawah kontrol Semen Indonesia Group.
Sehingga sejak berada dan dikontrol penuh oleh Semen Indonesia Group, PT Semen Padang seperti telah kehilangan gairahnya, khususnya bagi masyarakat setempat yang berusaha di PT Semen Padang, baik sebagai karyawan, tenaga harian lepas, outsourcing, termasuk kontraktor lokal. Karena kebijakan dan kontrol Semen Indonesia Group dengan aturan yang dibuat sedemikian rupa ini dinilai telah membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi masyarakat lingkungan, khususnya yang berusaha dan menggantungkan hidup di PT Semen Padang.
Bahkan, Manajemen Semen Padang saat ini juga seperti tidak bisa mengambil kebijakan serta membuat aturan sendiri, baik secara Internal ataupun eksternal. Semua keputusan berada dibawah pengawasan dan kebijakan Semen Indonesia. Termasuk dalam persoalan kesempatan berusaha bagi pengusaha lokal, dimana aturan yang dibuat harus mengikut keputusan Holding, sehingga untuk hal yang berkaitan dengan izin berusaha saja semua ditentukan oleh Semen Indonesia.
Harusnya dalam membina dan membangun ekonomi masyarakat lokal, Semen Indonesia juga memberi keleluasaan kepada Semen Padang untuk membuat regulasi serta memberi kemudahan dengan mempertimbangkan aspek lokal.
Selain itu, sampai saat ini juga belum ada kejelasan dari pemanfaatan 412 Ha yang sudah dijadikan asset Semen Indonesia Group, sementara pada akta penyerahan tanah ulayat jelas terbunyikan, bahwa tanah ulayat nagari Lubuk Kilangan diserahkan kepada PT Semen Padang, dan digunakan sepenuhnya untuk pengembangan PT Semen Padang, artinya tidak diserahkan kepada pihak lain, kecuali ada perjanjian baru yang mengatur tentang itu.
Tapi kenyataan sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang hal tersebut, namun Semen Indonesia Group telah menjadikan asset PT Semen Padang sebagai asset holding. Apakah sudah ada kesepakatan dengan pihak terkait, ini yang masih samar.
Sekali lagi diperjelas, bahwa Ninik Mamak dan Anak Nagari Lubuk Kilangan menyerahkan tanah ulayat hanya bagi pengembangan PT Semen Padang!. Dan ini tidak terlepas dari peran serta Pemerintah Kota Padang dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk melakukan mediasi dan proses administrasi.
Terlepas dari persoalan tersebut diatas, harusnya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memiliki kontrol dan kuasa terhadap PT Semen Padang, karena sekali lagi , merunut sejarah Semen Padang, ia didirikan atas kearifan lokal, salah satu pabrik semen tertua peninggalan pemerintah kolonial Belanda, yang tentu memiliki kaitan sejarah yang panjang dengan masyarakat Sumatera Barat, dan harusnya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memiliki hak penguasaan terhadap PT Semen Padang.
Karena sekali lagi, sejarah dan proses pendirian PT Semen Padang ini tidak sama dengan perusahaan semen lain di Indonesia, dimana tanah dan lahan tidak pernah dibeli, melainkan melalui penyerahan secara sukarela oleh Ninik Mamak dan Anak Kemenakan nagari Lubuk Kilangan yang didukung oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam hal ini sebagai representasi masyarakat Sumatera Barat, diharapkan memiliki nyali untuk menjadikan PT Semen Padang kembali menjadi perusahaan kebanggaan urang awak, bukan sekadar narasi saja tapi lebih kepada implemetasi yang jelas dan mendudukkan posisi dan porsi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terhadap PT Semen Padang.
Ada beberapa opsi yang bisa ditawarkan, diantaranya mengembalikan posisi PT Semen Padang seperti semula ketika belum di akuisisi, atau bisa saja PT Semen Padang dijadikan BUMD, dan bisa juga Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sebagai salah satu pemegang saham PT Semen Padang. Semua kemungkinan itu bisa saja, tergantung kebijakan Eksekutif dan Legislatif di Sumatera Barat.
Mengutip pendapat Desri Ayunda, salah seorang tokoh masyarakat Sumatera Barat, para calon gubernur Sumatera Barat ke depan hendaknya memiliki program untuk memberdayakan tanah ulayat yang sampai saat ini banyak tidak termanfaatkan. “Dan juga harus ada upaya mencari investor untuk dapat bekerjasama dalam pemanfaatan tanah ulayat, bisa saja dengan sistem bagi hasil. Kemudian juga memprogramkan upaya pemanfaatan tanah ulayat, sehingga dapat memberikan konstribusi untuk nagari di Sumatera Barat secara umum,” ujar Dodi Putra Tanjung.
Yul Akhyari Sastra, salah seorang tokoh masyarakat yang terlibat pada spin off di kurun 2000 lalu berpendapat, bahwa sepertinya belum ada calon Gubernur yang akan berlaga pada Pilkada saat ini yang berbicara fokus tentang keberadaan dan masa depan PT Semen Padang, karena mungkin para Cagub ini berfikir bahwa Gubernur sebagai perpanjangan tangan Pemerintah harus tunduk dan patuh kepada kebijakan Pemerintah Pusat.
“Dan kalaupun ada pemikiran untuk menguatkan keberadaan PT Semen Padang di Sumatera Barat tentu yang dibutuhkan saat ini adalah program yang jelas, bukan retorika dan berkutat pada slogan saja, dan harapannya tentu mengembalikan posisi PT Semen padang sebagaimana yang pernah dibanggakan dulu. Dan kebanggaan adalah masalah rasa memiliki dan keinginan untuk berkorban demi apa yang dibanggakan tersebut, dimana selama ini itu yang hilang,” (*)