FPI (ilustrasi) |
INFONUSANTARA.NET — Biar kedudukannya jelas lebih baik Front Pembela Islam (FPI) yang kini telah berganti nama menjadi Front Persatuan Islam menjadi partai politik saja.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin.Tokoh kelahiran Majalengka 8 September 1952 itu mengatakan, selama ini publik menilai FPI sebagai ormas yang kerap membuat gaduh dengan turun ke jalan.
Untuk itu dia menyarankan agar Front Pembela Islam (FPI) yang kini telah berganti nama menjadi Front Persatuan Islam, menjadi partai politik alias parpol.
“Biar kedudukannya jelas, lebih baik FPI menjadi partai politik saja,” kata TB Hasanuddin di Jakarta, Minggu (3/1).
Dikatakan, sejak era reformasi, Indonesia telah menjadi negara penganut sistem demokrasi. Tahun 2019, demokrasi di Indonesia menempati peringkat ke-4 di kawasan Asia Tenggara dan 67 di dunia dalam daftar indeks demokrasi global yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU).
“Dengan sistem demokrasi ini sangat mungkin bila FPI mendirikan partai politik,” sebut Hasanuddin.
Lebih jauh, politisi PDI Perjuangan ini memaparkan demokrasi pada hakikatnya meliputi tiga substansi penting yakni pemerintahan yang sah dan diakui rakyat, pemerintahan yang menjalankan kekuasaan atas nama rakyat, dan kekuasaan yang diberikan rakyat kepada pemerintah tersebut dijalankan untuk kepentingan rakyat.
Hasanuddin menambahkan, konstitusi Indonesia menjamin hak-hak demokrasi. Dalam UUD 1945 Pasal 28E menegaskan, tiap-tiap warga negara Indonesia dijamin haknya atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Salah satu wujud demokrasi adalah dengan adanya pemilihan umum. Ia juga menyebut jaminan hak-hak demokrasi dalam konstitusi Republik Indonesia diatur lebih lanjut dalam aturan legislasi yaitu melalui paket UU Politik.
Paket UU Politik terdiri dari UU 2/2011 tentang perubahan atas UU 2/2008 tentang Partai Politik, UU 7/2017 tentang Pemilu, dan UU 6/2020 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota menjadi UU Pilkada. TB Hasanuddin menjelaskan, dalam Pasal 11 UU 2/2011 tentang Partai Politik, mengatur tentang fungsi partai politik.
Pasal 11 menjelaskan, fungsi partai politik adalah sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat, penciptaan iklim kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa, penyerap, penghimpun aspirasi.
Juga penyalur aspirasi poliitk masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara, dan rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi.
“Pasal 12 UU 2/2011 juga mengatur hak partai politik untuk mengikuti Pemilihan Umum baik legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujarnya. “Nah, kalau FPI ingin berkuasa atau ingin memberlakukan ikut berdemokrasi, sebaiknya dirikan bukan sekedar Forum, dirikan saja partai,” pungkasnya.
Hasanuddin mengungkap, dengan partai politik maka FPI dapat masuk dalam infrastruktur politik yang legal. Bahkan, FPI bisa Ikut pemilu, memiliki perwakilan di legislatif atau eksekutif serta dapat pula mengusung Habib Rizieq Shihab alias HRS sebagai calon presiden.
“Apalagi kalau memang FPI memiliki cabang di berbagai propinsi hingga kota/kabupaten, peluang mendirikan parpol sangat besar. Bisa ikut pemilu, punya kepala daerah dan perwakilan di DPR atau DPRD karena aturannya memungkinkan.”
“Kalau seperti sekarang kan kesannya cuma buat gaduh saja,” pungkas TB Hasanuddin. (jpnn/inf)