Joseph Paul Zhang |
INFONUSANTARA.NET – Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridwan Habib menilai kasus penistaan agama Jozeph Paul Zhang alias Shindy Paul Soerjomoelyono berpotensi memicu aksi teror. Sehingga, Polri perlu membuat tim khusus untuk secepatnya mengejar dan menangkap.
Mengutip suaracom jaringan terkini.id, Pengamat Ridwan mengatakan penistaan agama yang dilakukan oleh Jozeph dapat dijadikan pembenaran bagi kelompok teroris seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan ISIS untuk melakukan aksi teror terhadap etnis atau umat beragama tertentu.
“Paul jelas identitas keagamaannya, ini berbahaya, karena bisa jadi alasan pembenaran bagi kelompok teror melakukan aksinya,” kata Ridwan Kamis 22 April 2021.
Dalam hal ini, Ridwan mengimbau Polri untuk turut memberikan pengamanan terhadap keluarga Jozeph ataupun memperketat pengamanan di tempat-tempat lain menyusul adanya kasus ini.
Terlebih kasus penistaan agama Jozeph ini sangat serius, sensitif dan berbahaya bagi kenyamanan hidup rukun bagi umat beragama di Indonesia.
“Kelompok teroris yang marah dengan Paul Zhang bisa melampiaskan kemarahannya secara membabi-buta, termasuk pada keluarga atau rekan-rekan Paul di Indonesia,” katanya.
Dia lantas menyarankan Polri untuk segera membentuk tim khusus. Misalnya, dengan turut melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN).
“Indonesia menganut asas penegakan hukum dan tidak boleh ada main hakim sendiri, polisi bisa berkoordinasi dengan BIN maupun atase pertahanan kita di luar negeri untuk menangkap Paul Zhang,” pungkasnya.
Buron
Jozeph hingga kekinian masih dalam upaya pengejaran Polri. Belakangan dia disebut-sebut berada di Jerman.
Polri sendiri membuka peluang untuk melakukan upaya jemput paksa terhadap Jozeph yang telah menyandang status tersangka.
Meskipun, pemerintah Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Jerman.
Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan jika red notice Jozeph yang kekinian tengah diproses oleh Sekretariat NCB Indonesia di Kantor Pusat Interpol, Lyon, Perancis, telah terbit, upaya jemput paksa itu bisa saja dilakukan.
“Bisa dideportasi oleh KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) Berlin di Jerman, dan tentunya penyidik juga bisa menjemput ke sana,” kata Ramadhan di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa 20 April 2021 lalu.
Dia lantas meminta semua pihak bersabar. Sebab, hingga kekinian Polri dan instansi terkait masih terus berupaya mengejar yang bersangkutan.
“Sekali lagi kita tunggu saja karena proses yang dilakukan oleh penyidik itu tidak langsung tetapi melalui Sekretariat NCB Interpol Indonesia dan dikomunikasikan langsung ke Interpol yang ada di Kota Lyon, Prancis. Itu mekanismenya dan ini membutuhkan waktu bisa seminggu atau lebih,” tutupnya. (suaracom).