INFONUSANTARA.NET – Hearing DPRD Kota Padang dengan menghadirkan jajaran pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Padang, dan jajaran Pemerintah Kota Padang pada Jumat, 3 September 2021, berlangsung panas.
Pasalnya, dalam hearing tersebut terungkap jika kepengurusan KONI Kota Padang ilegal. Akibatnya, hearing tidak bisa dilanjutkan.
Hearing tersebut dilaksanakan dengan melibatkan lintas komisi dengan pengundang Komisi I DPRD Kota Padang yang diketuai oleh Elly Thrisyanti dan dihadiri Ketua Komisi IV Azwar Siri serta segenap anggota komisi lainnya.
Dalam hearing yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kota Padang, Syafrial Kani tersebut, terungkap kondisi kepengurusan KONI Kota Padang yang ilegal dan itu dibenarkan oleh Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Padang Mursalim.
Ketua Komisi I Elly Thrisyanti kepada wartawan mengatakan, sebagai organisasi, KONI Kota Padang tentu harus mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang ada, termasuk aturan turunannya berupa Peraturan Organisasi (PO).
“Saat ini kan PLT, kita mempertanyakan proses segala sesuatu itu, kan butuh proses yang benar sesuai aturan yang berlaku. Nah, tentu dalam suatu organisasi, sebelum kita melangkah pada kegiatan organisasi itu, kita lihat dulu proses, siapa yang akan mengerjakan? Apakah orangnya sudah benar atau tidak? Itu yang dikaji tadi,” ungkap Elly Thrisyanti.
Untung saja, kata Elly, Ketua Komisi IV Azwar Siri mengingatkan hal tersebut dalam hearing. “Akhirnya kita kaji, dengan pindahnya pengurus Kota Padang menjadi pengurus provinsi, tentu (kepengurusan Kota Padang, red) kosong. Nah, pengisian kepengurusan ini tentu ada prosedur. Semua organisasi itu kembali ke AD/ART. Itu kitab kita dalam berorganisasi,” pungkas Elly.
Dalam AD/ART, jika Ketua KONI berhalangan tetap atau sementara, dapat digantikan oleh Wakil Ketua, tapi ternyata yang sekerang duduk adalah sekretaris.
“Tentu kita pertanyakan. Ternyata prosedur itu, mereka menunjuk dalam rapat pleno. Kalau hal itu terjadi, ada dua hal yang harus mereka lakukan. Pertama merubah AD/ART. Kedua, mereka harus musyawarah luar biasa. Nah, kedua-dua hal ini tidak dilakukan, sehingga menyalahi aturan,” urai Elly.
Untuk itu, Elly Thrisyanti meminta agar kepengurusan KONI Kota Padang dilegalkan terlebih dahulu. “Saya katakan ke Pak Mursalim, silahkan legalkan terlebih dahulu, baru kita lanjut untuk rapat berikutnya,” ujar Elly.
Apakah Menjurus ke Dugaan Tindak Pidana Korupsi Terkait Penggunaan Angggaran?
Terkait dengan adanya tindak pidana korupsi terhadap penggunaan dana KONI dengan kepengurusan yang dianggap ilegal tersebut, Ketua Komisi IV Azwar Siri menjelaskan, indikasi mentakan itu sebuh pelanggaran, tentu ada indikatornya.
“Kami belum punya indikator itu, tapi perkiraan sementara dari kawan-kawan ada seperti itu? Tapi belum bisa dipastikan itu sebuah pelanggaran sudah resmi, karena itu harus ada kejian hukumnya terlebih dahulu,” katanya.
Namun Azwar Siri menegaskan, jika ada indikasi pelanggaran, maka pihaknya bisa saja mengambil langkah meneruskan kepada pihak yang berwenang. “Kalau memang ada indikasi-indikasi pelanggaran itu, kalau perlu kita teruskan kepada pihak berwenang,” tegas politisi Partai Demokrat ini.
“Sampai sekarang kami di DPRD belum ada menuduh sudah terjadi korupsi,” cakapnya.
Sementara itu, Budi Syahrial, anggota Komisi I DPRD Kota Padang menegaskan, persoalan indikasi korupsi, jika Kejaksaan mau melirinya, silahkan saja.
“Kalau kami dari Komisi I dilihat dari aspek legal, kami pun sudah berkoordinasi dengan Komisi IV. Makanya ada rapat lintas komisi sekarang? Bagi kami, ketika Pak Mursalim (Kadispora Kota Padang, red) menyatakan itu ilegal, buka kami yang menyatakan ilegal. Otomatis, kalau mereka melakukan penggunaan anggaran, justru kami menyelamatkan pengurus KONI sekarang. Bekukan dulu, karena kalau (anggaran yang ada, red) digunakan kepengurusan KONI (yang dipimpin PLT Sekretaris, red), itu berbahaya dan ada indikasi hukumnya,” katanya.
Ditegaskan Budi, jika aturan yang dipakai adalah PO, maka sifatnya ke bawah, bukan ke pengurus. “Kalau AD/ART dikalahkan oleh PO, itu melanggar asas hukum, karena hukum yang dibawah tidak boleh berlawanan dengan hukum yang di atas. Yang mana Al Qurannya? AD/ART? Ya AD/ART ikuti, kenapa PO?” tegas Budi.
Pada kesempatan itu, Budi juga menjelaskan soal mekanisme temuan. “Nanti kan ada pemeriksaan BPK dan inspektorat. Kalau ada penyelewengan, kalau BPK, ada masa 60 hari mengembalikan uang. Jika tidak dikembalikan, maka otomatis akan diteruskan ke penegak hukum. Kalau kami di DPRD, tidak punya kekuasan eksekusi,” kata Budi menguraikan. (by)