Bahas Kualitas Generasi Muda Minangkabau, FKP Bakal Gelar FGD Januari 2022

INFO|PADANG PANJANG – FKP adalah Lembaga Swadaya Masyarakat berbentuk kesatuan dengan ruang lingkup Nasional, berdaulat mandiri atas dasar kepedulian kesamaan tujuan dan kepedulian akan keadaan Pendidikan, Kesehatan, Sosial Budaya, Ekonomi, Agama, Hukum dan Infra Struktur.


Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Komunikasi Palanta (FKP) ini memiliki sekretariat di Jalan Syeh M. Djamil No.6 Guguk Malintang Kota Padang Panjang -Sumbar dengan SK. KEMENKUMHAM Nomor: AHU-0013449. AH.01.07. Tahun 2020, 


Adapun kegiatan LSM FKP kali ini melakukan pertemuan untuk yang kedua kalinya pada hari Selasa 28 Desember 2021 membahas tentang Focus Group Discussion (FGD) yang akan berlangsung Rabu, 26 Januari 2022 mendatang bertempat di Kampus III UMSB Bukittinggi.


Kegiatan FGD yang rancang untuk tahun 2022 mendatang ini bakal menghadirkan Nara Sumber seperti Gubernur Sumbar, Mahyeldi.SP, Rektor Unbrah, Prof. Musliar Kasim, Rektor UNP , Prof. Ganefri, Rektor UMSB, Dr. Riki Saputra ,MA, Rektor ISI, Prof. Novesar Jamarun, Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar, Ketua Gebu Minang, Fadly Amran ,BBA dan Bidang Sosial Budaya FKP, Ediwar Chaniago , Phd,


Sementara untuk peserta FGD di ikuti dari Tokoh akademisi, Tokoh Adat , Praktisi Pendidikan dan OKP. Hasil FGD berupa Rekomendasi bahan cetak untuk Kota/Kabupaten se Sumbar, Perkumpulan Minang, Pustaka, Ponpes dan sekolah serta perguruan.


Pertemuan yang berlangsung pada hari Selasa 28 Desember 2021 itu dihadiri oleh pengurus inti seperti, Drs. Deswandi, MKes., Dr. Ediwar, Ratna Enita, SH, Yulvia Nora, SE., Lidya Gusti, SPd, Setri Yenti, SE, Lil Yusra, S.Sos.I, Wahyu Salim, SAg., dr.Mawardi,MKM, Drs, Dalius Rajab, Afdal Rinsik, MPd, Yondri Efendi, ST.


Ketua FKP Padang Panjang dr, Mawardi, MKM menyampaikan, dengan berkurangnya kualitas Generasi Muda Minangkabau” menjadi pokok bahasan yang diangkat oleh LSM Palanta untuk didiskusikan karena Palanta menilai kondisi sosial masyarakat terutama anak muda millenial Minangkabau telah mulai pudar jati dirinya dan mungkin saja pepatah yang menyebutkan “kok hilang Minang tingga kabau” sedang berlangsung dalam kehidupan masyarakat Minang saat ini.


Apakah benar demikian ucap Mawardi, jadi untuk itu FGD dengan topik “Berkurangnya Kualitas Generasi Muda Minangkabau” dinilai penting menjadi bahasan sebagai salah satu upaya untuk memetakan kondisi masyarakat Minangkabau saat ini, sudah sampai dimana falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah terlaksana di masyarakat Minang, apakah benar sudah terlaksana, atau hanya wacana, imbuhnya


Oleh sebab itu melalui forum Komunikasi Palanta yang merupakan forum komunikasi warga Padang panjang bertujuan memberikan masukan dan saran, mengajak kepada pemerintah selaku penyelenggara Negara dan kepada tokoh masyarakat, ninik mamak selaku pemangku adat agar dapat bersama sama mengembalikan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah sebagai wujud kualitas ideal, kualitas nyata yang menjadi karakter masyarakat minang disetiap generasi terutama generasi muda millenial sebagai generasi penerus pemangku peradaban Negara dan islam, sebut Mawardi


Drs Dalius Rajab selaku sekretaris FKP pada kesempatan itu juga memaparkan, berkurangnya kualitas generasi muda Minangkabau” akan menjadi salah satu wadah untuk menghasilkan kebijakan atau langkah-langkah nyata dalam upaya mengembalikan kualitas generasi. 


Dia menjelaskan, Minangkabau adalah suatu komunitas adat yang mendominasi wilayah barat pulau sumatera sebuah peradaban masyarakat dengan falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah yang jelas mengandung arti bahwa masyarakat adat minangkabau hidup berdasarkan konsep aturan syariat yang bersumber dari kitab Allah yakni Alquran, sebuah falsafah sekaligus pedoman hidup yang agung dan mulia karena bersumber dari yang maha mulia Allah swt melalui rasulnya Muhammad SAW.


Sekitar tahun 1800an para santri muda minangkabau terlibat konflik dengan sekelompok kaum adat Minangkabau lainnya yang didukung oleh penjajah Hindia Belanda, konflik ini berujung perang karena kaum paderi (santri-santri) yang di komandoi oleh seorang ulama yakni Muhammad Syahab dengan gelar adat “malin basa tuangku imam bonjol” tidak bisa menerima wilayah dan masyarakat minangkabau dirusak oleh penjajah maka “jihad” yang lurus dan benar ditempuh oleh  Tuanku imam Bonjol.


Untuk mempertahankan syariat islam sebagai pedoman hidup masyarakat minangkabau, Jihad ini, sebutnya berhasil secara ideologi dengan dicapainya perjanjian “sumpah sati bukik marapalam” dengan kesepakatan utama yakni adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.


Semangat adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah inilah yang terus menjadi falsafah pedoman hidup masyarakat minangkabau hingga masa perjuangan kemerdekaan.


“Kita mengenal nama-nama seperti syekh ahmad khatib al-minangkabauwi yang merupakan guru dari K.H Ahmad dahlan pendiri Muhammadiyah dan juga guru dari K.H Hasyim Ashyari pendiri Nahdhatul Ulama, Kita mengenal M. Hatta, Syafrudin Prawiranegara, Sutan Syahrir, Haji Agus Salim, M. Natsir dan masih banyak tokoh perjuangan kemerdekaan hingga tokoh pembangunan Indonesia merdeka merupakan pemuda-pemuda dari ranah minang, ucapnya (YB).




Editor :Heri Suprianto

Leave a Comment