Upaya Diplomasi Pertahanan yang Dilakukan Indonesia

 

Gambar: seragam militer, kamuflase militer, tentara, organisasi militer.
Foto ( pxhere.com)

INFONUSANTARA.NET — Diplomasi pertahanan sebagai alat pertahanan bagi negara untuk melindungi kepentingan nasionalnya dari berbagai ancaman yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara dan kedaulatan negara. Diplomasi pertahanan yang Indonesia lakukan adalah dengan membangun hubungan kerjasama dengan negara lain dalam persenjataan dan militer, seperti jual beli senjata dan membuat senjata bersama. 

*Definisi Diplomasi Pertahanan*

Diplomasi pertahanan memiliki definisi yang berbeda dari berbagai pendapat ahli tentunya, namun pada dasarnya diplomasi pertahanan adalah alat kebijakan luar negeri suatu negara yang dilakukan oleh kementerian pertahanan yang bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional dengan cara kerjasama dalam bidang militer.

Diplomasi pertahanan sebagai sistem pertahanan bagi negara untuk melindungi kepentingan nasionalnya karena setiap negara tentu memiliki kebijakan luar negeri yang berbeda dalam bidang pertahanan dan keamanan. Bentuk ancaman pertahanan dan keamanan beragam, antara lain agresi militer, spionase, sabotase, pemberontakan bersenjata hingga aksis teror. Jika hal-hal tersebut tidak dapat ditangani dengan maksimal maka suatu negara akan kehilangan kedaulatannya. 

*Upaya Diplomasi Pertahanan yang Dilakukan Indonesia*

Indonesia mengalami berbagai macam ancaman pertahanan dan keamanan, salah satunya dengan hadirnya FPDA ( _Five Power Defence Arrangement_ ) yaitu aliansi pertahanan yang terdiri dari negara Inggris, Selandia Baru, Australia, Malaysia, dan Singapura. FPDA menjadi ancaman bagi Indonesia karena tiga negara diantaranya berbatasan langsung dengan Indonesia sehingga mengancam kepentingan nasional Indonesia. 

Selain itu, Malaysia dan Singapura menilai Indonesia juga sebagai ancaman baginya karena kekuatan militer yang lebih unggul dari mereka. Beberapa kasus pelanggaran yang dilakukan oleh negara-negara yang tergabung dalam FPDA, diantaranya penyadapan terhadap Bapak Presiden Indonesia, Bambang Susilo Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono oleh pihak Australia, pengambilalihan FIR ( _Flight Information Region_)  Indonesia oleh Singapura sehingga jika pesawat Indonesia ingin melintas diatas wilayahnya sendiri, meliputi Kepulauan Riau, Tanjungpinang, dan Natuna harus melapor ke Singapura terlebih dahulu, dan kebijakan yang memberantas _illegal fishing_ yang membuat hubungan Malaysia dengan Indonesia memburuk.

Ancaman-ancaman tersebut dapat mengganggu stabilitas keamanan negara, kepentingan negara dan kedaulatan negara. Oleh karena itu, negara harus mengambil sikap tegas untuk menghadapi ancaman tersebut baik secara militer maupun non militer. Untuk mengurangi eskalasi konflik, Indonesia melakukan dua upaya untuk menghadapi ancaman baik dari FPDA atau negara-negara lain. 

Pertama, Indonesia membangun hubungan kerjasama dalam bidang pertahanan dan keamanan dengan negara-negara FPDA terutama yang berbatasan langsung. Kedua, melakukan kegiatan jual beli persenjataan dengan negara-negara great power seperti Amerika Serikat, Rusia, dan China.

Indonesia menjalin kerjasama dengan Malaysia melalui _Security Agreement_ tahun 1972 yaitu menjaga wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia terutama di Selat Malaka dengan cara patroli bersama oleh angkatan laut kedua negara. Selain itu juga melakukan latihan militer bersama yang dinamakan “Malindo Jaya” sehingga menimbulkan rasa percaya satu sama lain dan mempererat hubungan keduanya. Singapura juga menjalin kerjasama dengan Indonesia melalui perjanjian _Military Training Area_ 1995 yaitu mengizinkan militer Singapura untuk latihan di Area Indonesia, yaitu Tanjung Pinang dan Laut Cina Selatan dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati. Keduanya juga melakukan latihan militer bersama yang dinamakan dengan “ _Sea Eagle Joint Exercise_ ”. Selain itu, Indonesia juga turut serta dalam perlombaan tembak AASAM 1984 ( _Australian Army Skills at Arms Meeting_ ) dan bekerjasama dalam memberantas tindak terorisme.

Penulis juga mengambil studi kasus diplomasi pertahanan yang dilakukan Indonesia dengan negara lain, seperti Turki. Diplomasi pertahanan yang dilakukan Indonesia melalui kerjasama dalam industri pertahanan dengan negara-negara tersebut. Bentuk kerjasama berupa jual beli persenjataan dan pembuatan alutsista bersama antar dua perusahaan negara tersebut serta pendanaan produksi secara _Joint Venture_. 

Sebelumnya, hubungan bilateral antara Indonesia dengan Turki sudah terjalin sejak tahun 1950 dan sempat bersama dalam beberapa forum kerjasama seperti OIC ( _Organization of Islamic Cooperation_ ) dan G20. Pada tahun 2010 Indonesia menandatangani kerjasama Indonesia dengan Turki dalam bidang industri pertahanan ketika masa kepemimpinan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono bersama dengan menteri pertahanan Indonesia, Purnomo Yusgiantoro.

Contoh kerjasama antara perusahaan Indonesia dengan Turki yaitu, pembuatan Tank kelas medium dan alat komunikasi perbatasan. Selain melakukan kerjasama dalam pembuatan alutsista, Indonesia melakukan impor persenjataan dari Rusia, Amerika Serikat, Jerman, dan China guna untuk memperkuat sistem pertahanan Indonesia. 

Jika di analisa berdasarkan tiga karakter diplomasi pertahanan yang dipaparkan oleh Idil Syawfi, maka Indonesia memenuhi ketiganya.

Pertama, _Defense Diplomacy for Confidence Building Measures_ yaitu Indonesia berhasil membangun hubungan baik melalui kerjasama dengan negara-negara yang menjadi ancaman bagi Indonesia dan negara super power sehingga ketegangan konflik menurun karena adanya rasa saling percaya. 

Kedua, _Defense Diplomacy for Military Capabilities_ yaitu meningkatnya kapabilitas pertahanan militer Indonesia dengan perdagangan senjata canggih dan latihan militer bersama. 

Ketiga, _Defense Diplomacy for Defense Industry_ yaitu membuat industri dalam negeri Indonesia menjadi mandiri dan inovatif dalam pembuatan alutsista sehingga mengurangi tingkat ketergantungan untuk mengimpor dari negara lain.

Indonesia dapat memenuhi tiga karakter diplomasi pertahanan karena berhasil membangun hubungan kerjasama dengan negara-negara anggota FPDA yang berbatasan langsung, seperti Malaysia, Singapura, dan Australia serta Turki. Kerjasama yang dilakukan dengan Indonesia berupa jual beli alutsista, pembuatan senjata secara bersama, dan latihan militer bersama sehingga tercipta rasa kepercayaan dan dapat mempererat hubungan. 

Dengan adanya latihan militer bersama dan jual beli alutsista yang canggih dari negara-negara super power membantu Indonesia meningkatnya kapabilitas militernya dan melalui pembuatan senjata bersama membantu industri pertahanan dalam negeri Indonesia menjadi mandiri dan inovatif. Hal ini dapat mengurangi ketergantungan Indonesia dengan mengimpor senjata dari luar negeri.

PenulisSilva Oktaviana Suwandi

Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Leave a Comment